Diskusi ini terjadi di salah satu kamar MTR Jumat pagi. Awalnya, Pak MY memosting link ini https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/160927/kredit-jumbo-yang-menyandung-bank-mayapada?utm_source=facebook&utm_medium=socialbee&utm_campaign=heru . Lalu memberikan ulasan, yang kemudian mendapat tanggapan dari warga MTR lainnya. Hingga terjadilah ruang diskusi seru penuh renungan seperti di bawah ini.
MY : “Dibalik pemberitaan akan kesuksesan para orang kaya di Indonesia bahkan mungkin dunia, jika Anda gali lebih dalam mereka sesungguhnya adalah miskin. Lihat bagaiamana pasca resesi, satu per satu kedok dan aib mereka terbuka lebar.
Mereka hakikatnya berutang, bukan berbisnis. Bayangkan…Untuk utang saja mereka sudah sangat licin dan penuh trik. Namun anehnya banyak yang masih percaya dengan saran mereka dan takjub dengan ucapan para konglomerat yang bicara CSR, UKM, dll…
Saya hanya berfikir, masih adakah dan masih punyakah mereka harga diri, jika bisnis yang membuat mereka disebut konglomerat pada dasarnya adalah kongkalikong utang? Nauzubillahi min dzalik…
Orang-orang seperti ini yang secara fakta mengelilingi XXXXXX. Semua dilakukan tidak lain demi kekuasaan, agar mudah mengatur kebijakan. Hmmm…Jangan berharap Indonesia akan jadi lebih baik, jika orang-orang seperti ini masih diberi tempat dalam pentas kekuasaan Indonesia.
Bagi pegiat, Anda tidak bisa berhenti dan puas dengan itu saja. Naikkan level pemikiran, tingkatkan ilmu buat pencerahan diri, keluarga dan lingkungan sekitar. Jadilah contoh bagaimana menjadi besar dengan cara benar. Bantu umat yang masih terjerat dalam lingkaran utang dan riba.
Bagi yang sudah survive dan punya kelapangan waktu, perbanyak majelis ilmu dan datangi guru-guru, ikuti halaqoh, terlibat langsung dan luangkan waktu untuk penangangan kasus warga. Jangan menjadi ‘elit’ baru di masyarakat. Humble dan membumilah. Wallahua’lam bissawab.”
USA : “Bukankah Rosul sudah mengingatkan agar kita jangan pernah ta’jub kepada orang yang “tampak” kaya ketika masih ada riba dalam pengembangan hartanya?”
MY : “Nah, begitulah tadz…. Anehnya masih banyak yang percaya dengan apa yang dikatakan para motivator yang landasan berfikirnya tentang riba enjoy-enjoy saja. Saya yakin sebagian yang mereka lakukan saat ini masih dalam lingkaran riba. Kalau begitu kelasnya jauh dari layak untuk dijadikan pegangan. Masih mau mengambil advice dari mereka yang pro utang dan riba?🤫
Kasihan rakyat Indonesia yang dengan semangatnya terus bisa dibohongi. Semoga kita tidak lelah dan terus istiqomah dalam dakwah. Lewat buku merah mari kita cerahkan umat akan tabiat buruk utang.
FR : “Faktanya yang terindera mereka kaya. Dan tidak hanya mereka, sahabat-sahabat kita juga banyak yang melakukannya….
Itulah mengapa landasan Aqidah sangat penting bagi seorang Pengusaha Muslim, untuk mengetahui mana halal & mana yang haram, dan mana cara-cara batil yang harus di tinggalkan, untuk menjalankan syariat Islam secara Kaffah. Muslim harus sadar akan rapuhnya bisnis yang dikembangkan dengan utang dan cara-cara batil. Kita harus bisa meninggalkan utang dan riba.“
Pembaca warga MTR, diskusi bernas seperti itu adalah keseharian obrolan di grup Opinion Leader MTR. Sembari belajar menulis bersama, kami juga belajar membaca realita di sekeliling kita, untuk kemudian bersama-sama memikirkan solusi apa gerangan yang bisa kita kontribusikan atas problema-problema yang ada di masyarakat saat ini.
Berfikir adalah kewajiban setiap Muslim. Bukankah Rasul kita Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam adalah pemikir besar sejak sebelum masa kenabian? Dalam penjagaan Allah azza wa jalla, pemikiran-pemikiran beliau selalu terpelihara dari kejahiliahan yang merajalela saat itu. Hingga dengan bimbingan Allah, beliau menjadi pelopor perubahan yang membawa masyarakat dari kegelapan menuju cahaya Illahi yang benderang.
Imperium besar terbangun dari pemikiran-pemikiran. Jika kita ingin segera mendapat pertolongan Allah atas tegaknya aturan Islam yang kaffah di muka bumi ini, jangan pernah lalai untuk membaca, berfikir dan mencari solusi atas berbagai masalah di sekeliling kita. Menggarisbawahi pemikiran Pak MY di atas, mari segera luangkan waktu untuk terlibat langsung dalam penanganan kasus-kasus warga secara humble dan membumi.