5 Studi Kasus Lunas Utang Miliaran dalam Satu Keluarga

0
1211

Anggota keluarga ini lengkap mewakili 5 type pengutang warga MTR. Ada yang punya utang – punya asset melebihi utang, punya utang – asset sama dengan utang, punya utang – asset lebih kecil dari jumlah utang, punya utang – tak punya asset, dan tidak punya utang – asset berkembang.

Adalah Pak Nafiz, anak kedua yang pertama kali kenal dengan MTR melalui wasilah Pak Irwansyah (Pakanbaru). Mereka bertemu pada musim haji 2017.  Qadarullah, saat di sebuah rumah makan di Madinah, istri Pak Irwansyah tiba-tiba ingin mendekat kepada keluarga ini. Dan di meja makan itulah, Pak Irwansyah bercerita tentang MTR setelah tahu Pak Nafiz berangkat ke tanah suci dengan beban berat berupa tanggungan utang bertumpuk-tumpuk.  “Dan ketika beliau menjelaskan tentang tabiat buruk utang saya merasa, ‘Wow, ini saya banget,” kenangnya.

Melalui beberapa kegalauan, akhirnya Pak Nafiz mengikuti event-event MTR bersama Pak Agus Hani, kakak tertuanya. Event pertama yang ia hadiri adalah BeBIM. Sebulan kemudian mereka mengikuti SMHTR di Cirebon. Dan yang istimewa, di sana mereka mengajak ayah mereka yang tinggal di Kebumen.

Pembelajaran dari event-event  MTR yang begitu membekas, membuka hati dan pikiran, membangkitkan tekad mereka sekeluarga untuk hijrah bersama-sama meninggalkan riba. “Bapak bilang, ajak adik-adik kamu untuk ikut event seperti ini.  Ini acara luar biasa,” kisah Pak Agus kepada awak MTR.

Bagaimana kisah perjalanan hijrah mereka sekeluarga menuju lunas utang miliaran bersama MTR selama 2 tahun terakhir?  Ikuti kisah tentang bersatunya hati yang hampir tercerai berai karena utang di bawah ini.

Agus Hani,”Utang tidak usah dipikirkan, tapi harus dibayar.”

Beliau adalah  pengusaha toko besi, khususnya power tools serta  peternak burung cucakrowo dan Merpati. Domisili di Lampung, tempat usaha di Tulangbawang Barat.

Saat mengikuti event MTR pertama bersama Pak Nafiz di  awal 2018, Pak Agus Hani memiliki utang  hamper 3M. 2M  utang kepada bank, sisanya kepada distributor. Dua tahun bergabung dengan MTR, utang Pak Agus kini tinggal seperempatnya.

Satu pelajaran lunas utang miliaran yang pak Agus camkan dalam pembelajaran MTR adalah: utang tidak usah dipikirkan, tapi harus dibayar karena membayar utang itu wajib dan akan dipertanyakan sampai ke akhirat.

Dengan strategi seperti itu, beban pikirannya menjadi terasa tidak terlalu berat. Dan dalam perjalanannya terasa sekali Allaah banyak membantu proses pelunasan.

“Yang penting kita memantaskan diri, membantu orang lain dan berdakwah, InsyaAllaah Allaah yang akan ‘menyelesaikan’”, ujarnya.

 

Pak Nafiz; tinggalkan bisnis utama agar bebas riba

Sebenarnya Pak Nafiz sudah mulai merasa tertarik kepada MTR saat bertemu Pak Irwansyah di Madinah. Namun begitu, saat Pak Irwansyah mengabarkan adanya event SMHTR di Bengkulu beberapa pekan setelah kepulangan ke tanah air, hati Pak Nafiz belum tergerak. Kesempatan itupun ia lewatkan. Begitu juga beberapa event MTR yang datang kemudian.

Sampai suatu saat, Pak Nafiz berada pada titik kulminasi, ketika  merasa mentok terhadap problem utangnya yang bertumpuk-tumpuk.   Keinginannya tak terbendung untuk bertemu dengan Pak Irwansyah yang saat itu masih tinggal di Medan.  Ia butuh tempat curhat dan saran penyelesaian.

Namun saat ditelepon, Pak Irwansyah justru mengajak Pak Nafiz untuk bersama-sama ikut event yang  akan diselenggarakan di Bogor pekan berikutnya.  Jadilah, Januari 2018, Pak Nafiz pun mengikuti event MTR di Bogor untuk pertama kalinya bersama Pak Hani, kakaknya tertua. Ternyata event itu adalah seminar BeMIM. Padahal untuk pemula idealnya ikut SMHTR terlebih dahulu.

Seperti Pak Agus Hani, Pak Nafiz juga membuka usaha toko bangunan.  Yang menjadi sumber utang bagi pak Nafiz, pembayaran mesti dilakukan menggunakan giro. Terutama  saat bertransaksi dengan distributor semen dan alat berat.

Setelah beberapa kali ikut event MTR,  Pak Nafiz memberanikan diri untuk meninggalkan usaha yang selama ini beliau anggap sebagai sumber penghasilan utama agar bisa meninggalkan transaksi  riba.  Terbukti, setelah berani menghentikan proses itu, Allah menggantikannya dengan rezeki yang tadinya dianggap sebagai bisnis sampingan yaitu power tools dan keramik.

 

Pak Deni, “Ubah transaksi giro ke cash”

Usaha Pak Deni adalah bisnis spare part mobil dan motor.  Utang awal beliau berkisar 2,5-3M, namun sebagian besar merupakan utang perniagaan, bukan kepada perbankan.

Kesalahan yang membuat bertumpuknya utang adalah menumpuk barang dan stok yang otomatis menumpuk utang. Kalendernya penuh lingkaran merah untuk menandai waktu tenggat bayar utang, yang sehari bisa 3-5 lembar.

Beliau sempat sedih saat anaknya berkomentar,”Papa sih uangnya banyak, tapi bukan punya papa. Lihat saja Senin besok, semua sudah ilang buat setoran.”

Semenjak SMHTR Februari 2018, sekarang utangnya tinggal bersisa 1M. Utang-utang itu berhasil beliau selesaikan dengan cara mengubah metode transaksi secara tunai. Dengan cara itu, memang omset menjadi turun, namun beliau bisa memiliki tabungan. Berbeda dengan dulu, omset tinggi namun rekening kosong.

Selesainya utang-utang membuat beliau hidup lebih tenang, dan memiliki lebih banyak waktu dengan keluarga. “Oo, ini keberkahan. Jadi memang mindset kita yang harus diubah,” simpulnya

 

Pak Erwin;” Mau hidup berubah, jangan tunda ikut acara MTR.”

Saat diajak mengenal MTR melalui istri yang merupakan adik Pak Agus Hani, bisnis Pak Erwin justru sedang bagus. Namun walau dalam kondisi “running well”, ia masih dikejar-kejar tabiat buruk utang.

Ia mengaku pada awalnya belum percaya 100% terhadap MTR. Namun melihat bukti dari perilaku hubungan kekeluargaan kakak-kakaknya yang ikut MTR  semakin membaik, ia pun menyimpulkan acara MTR pastilah luar biasa. Karena itu ia pun membuka diri waktu diajak ikut mendaftar.

Mei 2019 akhirnya ia ikut MBUBB. Di sana ia tersentak merasa dihajar habis-habisan. Berbagai dalih pembenarannya, semua rontok dihabisi dalam 4 hari acara.

Selain merasakan value dalam perbaikan hubungan dengan keluarga, terutama melalui event SPI, efek yang paling terasa adalah beban dikejar-kejar tutupan giro menjadi hilang. Bisnis pun menggelinding semakin kencang

Pak Erwin berpesan bagi yang menginginkan perubahan kehidupan, keluarga dan akhirat, jangan dipikirkan di mana event MTR diadakan. “Jangan tunda, karena itu langsung mengubah kehidupan kita,” ujarnya.

 

Pak Herwit, lepas kemelekatan tidak terbatas pada materi

2 tahun lalu, Pak Herwit yang berdomisili di Bandarlampung ini selalu nombok setiap bulan untuk membayar cicilan. Penghasilan nyaris nol, namun cicilan harus jalan terus. Karena masalah utang (dan ego), ia bahkan tidak bertegur sapa dengan kakak iparnya selama 2 tahun.

Waktu ada SMHTR di Batam, beliau  berangkat bersama istrinya dan kedua anaknya. Keputusan itu diambil H-1, setelah ia memantapkan diri dengan melihat di Youtube.  Di acara itulah pak Herwit terdiam, tersadarkan. “Kok saya mau dibodohan selama ini, ya. Mau ngangsur untuk uang yang sudah nggak ada. Hubungan keluarga pun hampir berantakan,” sesalnya. Pak Herwit mengaku terus terang dulu ringan tangan.

Dari SMHTR Pak Herwit dan keluarga tergugah tentang konsep melepas kemelekatan. Namun kemelekatan pada apa? Pada harta, jelas ia dalam kondisi bangkrut, bahkan motor pun tidak punya. Jual asset untuk menutup utang, ia sudah tidak memiliki asset. Ia bahkan sempat melego asset milik keluarga.

Hal ini kemudian ia wujudkan dengan meninggalkan posisi lama yaitu sebagai kontraktor, serta profesi istrinya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Keluarga Pak Erwin siap menempuh jalan hijrah.

Awal perjalanan  hijrah Pak Erwin sekeluarga ditempuh dengan berjualan keripik kentang, sementara istrinya murni mengembalikan posisinya sebagai ibu rumah tangga.  “Saya tidak mikir, ikhlas apa yang akan terjadi. Yang penting dakwah, bisa sampai jam 1 malam. Kedudukan lepas, teman-teman hilang, tapi dapat teman baru yang satu frekuensi,” kisahnya.

Benar, setelah meninggalkan kemelekatan, Allah menggantinya dengan rezki yang datang seperti air bah.  Ia yang tadinya tidak paham bisnis property, mampu menjual kavling perumahan dengan system cash sampai 60% per bulan. Padahal temannya, salah satu tim marketing paling ahli di Lampung saja memperkirakan tidak mungkin kavling itu bisa laku  sampai 50%.

Customer Pak Erwin antara lain datang dari sesama warga MTR yang ikut acara SMHTR. Setelah ikut BeMIM,  transaksinya bahkan semakin deras padahal ia mengaku tidak pernah menawarkan kavlingnya secara hardsale.

Dari penghasilan itu, dalam waktu 2 tahun ia mampu melunasi setengah dari total  utangnya. Termasuk memenuhi tekanan dari keluarganya untuk membeli salah satu asset keluarga besar yang ia agunkan. Ia mampu menebus dan membeli asset itu dengan harga 1,5M dalam waktu 1 bulan 10 hari setelah SMHTR kedua. “Entah dari mana uangnya, semua seperti datang sendiri,” ujarnya.

Hikmah melepas kemelekatan yang dirasakan pak Erwin bukan Cuma dalam masalah harta. Lebih dari itu, ia merasa menemukan kembali arah tujuan hidup. Ia yang dulu jarang menjalankan sholat, sekarang begitu mendengar adzan takut sendiri dan langsung beranjak ke masjid.    “MTR bukan Cuma tentang lunas utang, lebih dari itu, ini tentang memperbaiki arah hidup,” ujarnya.

 

Pak Dedi, ikut MTR karena memiliki piutang mandeg

Pak Dedi yang kedua ini adalah kasus unik. Dokter spesialis kebidananan tersebut memutuskan  bergabung dengan MTR bukan karena punya utang, namun justru punya piutang. Beliau ingin membantu Om-nya yang kesulitan membayar utang sebesar 600 juta  pada pak Dedi. Kesulitan penyelesaian utang membuat hubungan mereka menjadi serba canggung.

“Kasihan Om, jadi takut ketemu saya karena utangnya. Maka saya memutuskan ikut, agar dapat ilmu lunas utang yang mungkin bisa bagi kepada Om,” ujarnya.

Tak dinyana, ternyata si Om juga sudah mendaftar acara tersebut. Mereka bertemu, dan di sanalah mereka bisa saling menumpahkan perasaan. “Saya ikut nangis, kasihan beliau pingin bayar tapi sedang berusaha. Kepada Om saya bilang, sabar pasti lunas.”

Dari situ dokter Dedi mengambil pelajaran, SMHTR juga diperlukan bukan hanya untuk yang berutang,  namun juga yang memiliki piutang.

“Jangan hanya bisa marah karena akan semakin menambah berat beban hidupnya. Berikan semangat dan doa, agar yang berutang bisa segera melunasi,” pesannya.

 

Satu hal yang bisa dicatat dalam perjalanan hijrah keluarga besar ini adalah, MTR  telah menghilangkan kesenjangan social dalam keluarga besar. Tanpa beban utang, kebersamaan keluarga menjadi semakin dalam, perasaan saling menyayangi, saling berbagi dan saling menghormati pun kembali terjalin.  MTR telah menjadi wasilah untuk  mengumpulkan hati yang hampir tercerai berai.

Anda ingin mengikuti jejak mereka?  Hubungi komunitas MTR terdekat pada nomor-nomor di bawah ini,  dan dapatkan pencerahan awal melalui BUKU MERAH “Kesalahan-kesalahan Fatal Pengusaha Mengembangkan Bisnis dengan Utang.”

☎️ 0853-353-353-19 

☎️ 0811-1818-29 

☎️ 0852-8966-9696 

☎️ 0811-1888-29

 

InsyaAllah akan Anda  dapatkan jalan untuk menggapai hidup tenang tanpa utang dan riba di  jalan dakwahNya.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here