“Allaah akan menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah. Caranya macam-macam, ada yang anak-anaknya dibuat tidak patuh terhadap orang tua, usaha dihancurkan dan… kebetulan saya mengalami hal berbeda, diuji dengan penyakit…” sampai pada kalimat itu suara Pak Umar tercekat di tenggorokan. Pengusaha asal Merauke itu tampak berusaha menahan tangis.
Setelah emosinya kembali tertata, Pak Umar melanjutkan ceritanya. Bahwa sejak tiga tahun silam lalu, istrinya menerima ujian berupa sakit kanker tulang yang membuatnya cukup menderita. Berbagai ikhtiar kesembuhan sudah Pak Umar lakukan demi kesembuhan istri tercinta. Mulai dari upaya medis, berburu obat-obat herbal rekomendasi teman sampai ke berbagai pelosok daerah, mendatangi dan meminta doa dari kyai dan orang-orang shaleh, namun sang istri belum jua diberi kesembuhan.
Pada akhirnya beliau yakin, ujian sakit yang dialami istrinya sekarang merupakan efek buruk dari riba yang ia terapkan dalam praktik bisnisnya selama ini. “Saya sadari, ini mungkin risiko riba,” ujarnya lirih.
Utang dan riba. Seperti para pengusaha pada umumnya, sebelum berkenalan dengan MTR awal 2019 lalu, Pak Umar juga menganggap transaksi utang dan riba adalah sesuatu yang wajar dalam praktik bisnis. Hampir semua pengusaha memiliki utang, apalagi di lingkungan pengusaha kontraktor seperti dirinya. Ia bahkan sempat terjebak pada persepsi umum bahwa utang merupakan salah satu faktor prestise dalam gaya hidup pengusaha.
“Kalau nggak punya utang artinya nggak dipercaya bank. Maka kalau ketemu di antara mereka, yang terjadi adalah saling membanggakan besarnya utang,” kisahnya pahit.
Yang tidak ia pahami, “gengsi semu” itu ternyata mengandung risiko besar. Saat mendapatkan penjelasan dari ustadz yang mengisi acara dalam event MTR, Pak Umar baru menyadari betapa riba mengandung risiko luar biasa, baik di dunia, bahkan sampai ke akhirat.
Ia mencoba memahami bahwa penderitaan sakit yang diderita istrinya merupakan risiko duniawi yang harus ditanggungnya akibat praktik riba. Ia pun kemudian menghubungkan bahwa melalui cara-cara seperti itulah skenario Allah untuk menghancurkan riba dan menyuburkan sedekah sebagaimana dijanjikan dalam QS Al Baqarah ayat 276 tengah berjalan.
Sebagaimana pembelajaran lunas utang miliaran di MTR, action pertama yang Pak Umar lakukan untuk menyelesaikan utang-utangnya adalah melakukan negosiasi kepada bank tempatnya berutang. Butuh waktu 3 bulan sejak negosiasi hingga akhirnya bank luluh dan mengabulkan permohonannya. Melalui perubahan akad, Pak Umar diberikan waktu 1 tahun untuk mengembalikan sisa pokok utangnya saja dengan cara dicicil.
Sebenarnya Pak Umar punya dana cukup untuk melunasi sisa utangnya yang masih 1M. Namun karena bank memberinya banyak keringanan, ditambah ia sempat berencana membawa istrinya berobat ke Malaysia sebelum masa PSBB, akhirnya ia memilih menyelesaikannya dengan santai.
Proyek Datang Bertubi tanpa Rasuah
Awal pekan ini, di tengah-tengah muhibah bisnisnya ke Jakarta, Pak Umar menyempatkan bertemu dengan warga MTR dan pengurus KSW untuk melepas rindu dalam persaudaraan iman dan dakwah. Pak Umar bersyukur bisa bertemu dengan MTR, menemukan nilai hidup sejati yang mengubah cara berfikirnya secara frontal, serta menemukan persaudaraan dengan teman-teman yang sepemahaman menempuh jalan dakwah.
Melalui persaudaraan dan dorongan dari saudara-saudara di komunitas MTR, ia mendapatkan keyakinan kuat untuk berpegang sepenuhnya kepada Allaah yang Maha Kaya dan punya segalanya, sehingga tidak perlu melibatkan bank untuk dukungan modal usahanya. Keyakinan itu seperti mengalir begitu saja, seiring dengan ikhtiarnya untuk meninggalkan larangan-larangan yang sudah digariskan Allah.
Menurut Pak Umar, syarat untuk mendapatkan keberkahan yang utama adalah niat meningalkan riba. Begitu Azzam sudah dicanangkan, insyaAllah berbagai kemudahan akan kita dapatkan. Seperti sekarang ketika mendapatkan proyek pengadaan 250 ton beras dengan target waktu sampai Desember. Ia merasa mendapatkan banyak kemudahan yang tidak disangka-sangka. Teman-teman di MTR seperti Pak Hikmat dan Pak Saeful yang siap mem-back up supply , karena proyek sejumlah itu tidak mungkin ia tangani sendiri.
Bahkan saat di atas pesawat dalam perjalanan 4 jam ke Jakarta, tanpa diduga ia bertemu dengan Pak Bupati di daerahnya. Begitu Pak Umar menjelaskan proyek yang sedang ia pegang, Pak Bupati sontak menyatakan siap mendukung karena hal itu dinilai akan membantu pemberdayaan masyarakat Merauke. Disaksikan langit yang begitu dekat dalam penerbangan, Pak Bupati menyatakan komitmennya untuk memberikan kemudahan pengiriman, termasuk keringanan biaya kirim, melalui fasilitas Pemda.
“Allah memperlihatkan Kemahakayaannya bukan dengan cara memberi utang atau uang, tapi dipertemukan dengan teman-teman yang saling mendukung,” ujarnya menyimpulkan.
Keberkahan kedua yang rasakan setelah bergabung dengan MTR adalah kelancaran usaha dengan proyek yang datang silih berganti melalui proses yang “bersih”. Ada beberapa proyek bigwin yang berhasil pak Umar dapatkan . Antara lain pembangunan Gudang Bulog di Bulukumba dan Merauke yang masing-masing berkapasitas 1000 ton.
Padahal sudah menjadi rahasia umum, kontraktor biasanya harus menyiapkan dana rasuah sebagai syarat pelicin untuk mendapatkan proyek. “Nyatanya, proyek-proyek itu bisa diperoleh tanpa cara-cara sebelumnya. Keberkahan ini kadang datang tanpa kita sadari,” ujarnya
Perjuangan Menuju Merauke Bebas Riba
Pak Umar bersyukur para pegiat MTR di Merauke begitu kompak bersatu padu untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya utang dan riba. Tanpa riba, hidup akan lebih tenang dan nyaman. Ia yakin, dengan terus berdakwah untuk menolong agama Allaah, Allah juga akan membantu usaha kita untuk keluar dari jerat utang dan riba. Utang tetap harus dibayar, namun jalani dengan keyakinan bahwa semua ada solusinya. Melalui kekompakan para pegiat MTR, Pak Umar berharap Merauke terbebas dari riba dan potensi sector riil bisa ditingkatan.
Kepada saudara-saudara yang masih memiliki problem utang, ia mengajak agar membuka kembali Al Qur’an. “Jadikan pedoman hidup yang sebenar-benarnya, telaah petunjuk dan larangan yang terkandung di dalamnya, termasuk risiko riba yang luar biasa,” lanjutnya.
Pak Umar sadar, dakwah mengajak melepaskan riba memang butuh proses. Selama masih merasa nyaman dan bisa membayar cicilan, para pecandu riba biasanya belum sadar terhadap risiko riba yang sangat berat. Target dakwah seperti itu, menurutnya, butuh contoh riil serta pendampingan.
Oleh karena itu, jika ada yang saudara yang merasa kurang paham, ia mengajak untuk tidak ragu-ragu menanyakan kepada senior-senior pegiat dan pengurus Korda MTR yang bisa dihubungi setiap saat.
“Tidak usah ragu. Bersama MTR insyaAllah tidak akan salah jalan untuk meraih ketenangan dan keberkahan di masa mendatang,” ajaknya.
Anda berminat menyambut ajakan keberkahan dari Pak Umar? Silakan hubungi Masyarakat Tanpa Riba terdekat, dan baca BUKU MERAH yang bisa Anda dapatkan melalui nomor-nomor berikut ini.
☎️ 0853-353-353-19 ☎️ 0811-1818-29
☎️ 0852-8966-9696 ☎️ 0811-1888-29