©Ummu Hamima
Layaknya penyakit yang menjangkiti tubuh secara sistemik, begitu pula racun sekulerisme menyerang ummat dari berbagai sisi. Tidak ada satu fase kehidupan pun yang terlewati. Bahkan pada periode usia pra baligh pun mereka tak segan-segan melakukan serangan. Dan ini kadang tidak disadari banyak orang tua.
Bermula dari pertanyaan anak kami mengenai soal dalam pendalaman materi Bahasa Indonesia kelas 6 SD. Ia bertanya, “Lihat bun, kok bisa soalnya begini ya? Kakak jawab apa? Nggak ada jawabannya di sini. Jelas-jelas ini riba. Aneh…. ”
Kami pun coba melihat bentuk pertanyaan yang dimaksud. Pertanyaannya berbunyi :
Bank BRI memberikan pinjaman modal dengan bunga rendah kepada para pedagang kaki lima ( PKL). Hal ini disambut baik oleh para PKL. Adapun alasan Bank BRI meminjamkan modal tersebut adalah agar PKL mampu mengembangkan usahanya sekaligus memiliki warung tetap.
Istilah bunga rendah dalam paragraph di atas memiliki arti… A. Keuntungan yang diperoleh orang yang meminjam. B. Jumlah keseluruhan peminjam yang harus dibayarkan. C. Kerugian yang diperoleh oleh pihak yang meminjamkan. D. Biaya tambahan ringan pada peminjam yang harus dibayarkan
Hmm.. belum sempat turun alis kami, anak kamipun melanjutkan, “Bun, harusnya jawabannya kan, yang dimaksud bunga rendah adalah kerugian besar yang diperoleh semua pihak yang terlibat, di dunia, dan akhirat karena riba adalah dosa besar.” Begitulah dengan spontan anak kami menjawab.
MasyaAllah, kamipun tersenyum haru. Tanpa kami sadari, dengan seringnya mengajak putri kami bertatap muka bersama Komunitas Masyarakat Tanpa Riba ( MTR), ia dapat mengindera dengan sendirinya dan menemukan konsep yang benar tentang riba.
Betapa pentingnya sedari dini kita mengenalkan Islam kaffah kepada anak-anak dan menjadi sumber rujukan utama bagi mereka. Karena jika tidak, mereka (Yahudi dan Nasrani), akan mengambil peran kita. Dengan mudah merusak generasi bangsa, meracuni secara sistemik sampai kita mengikutinya.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)’. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” ( QS Al-Baqarah: 120)
….”Millatahum”… sampai kita mengikuti mereka. Dan saat itu terjadi setelah kita telah mendapatkan kebenaran, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong kita.
Na’udzubillahi mindzalik.