Ini bukan tentang berapa titik utang dan berapa besaran nominalnya, juga bukan cerita lunas utang karena ada uang untuk menyelesaikan sisanya. Ini adalah kisah perjuangan Ibu Dadi dari Bukittinggi untuk keluar dari dosa dan riba, memperjuangkan kebenaran dilandasi keimanan.
Sebelum bisa keluar dari gedung megah itu untuk menata hidup baru, banyak perjuangan yang telah dilalui. Selama ini, ia hampir tidak pernah memperhatikan apa itu riba, yang penting bisa mendapatkan pinjaman dari si aBank untuk mengembangkan usahanya. Ia tidak pernah memikirkan hukum syar’i menggunakan utang dari si aBank, yang harus dikembalikan dalam bentuk cicilan pokok, disertai embel-embel biaya bunga.
Ceritanya setelah mendapatkan pembelajaran dari MTR, Januari kemarin ia memberanikan diri mengirimkan “surat cinta” untuk menebus sertifikat yang selama sekian lama sudah disandera si aBank sebagai jaminan utang-utangnya. Surat cinta itu berisi pengajuan permohonan bebas BDO (bunga, denda dan ongkos-ongkos lainnya) sebagai ikhtiar untuk keluar dari jeratan utang (dan riba).
Dalam surat tersebut, Bu Dadi menuliskan itikadnya untuk hijrah dari riba yang dilarang dalam agama Islam. Dan oleh karena itu, ia menyatakan tidak bersedia lagi membayar BDO- biaya-biaya di luar utang pokok.
Surat cinta pertama dibalas penolakan. Namun ia tidak kapok mengirimkan lagi surat cinta kedua. Dan lagi-lagi si aBank membalas dengan penolakan.
Namun si ibu tidak menyerah begitu saja. Ia datangi si Abank, tepatnya Bagian Kredit yang mengelola pinjaman, mengajaknya bicara baik-baik dengan adab andap asor (santun penuh kerendahhatian). Penampilannya tenang, bahkan cenderung riang. Ia telah menyiapkan diri agar jangan sampai kalah mental.
Kepada si Abank, ia mengulangi permohonanannya. Sekali lagi, permohonan itu ditolak. Bu Dadi tetap diminta membayar semua BDO yang telah disepakati dan ditandatangani pada akad awal. Karena tidak menemukan titik temu, si Ibu disarankan langsung bertemu dengan Pimpinan Cabang.
Jawaban penolakan jua yang ia dapatkan ketika bertemu dengan Pimpinan Cabang. Namun karena mentalanya sudah siap, si Ibu tetap merespon penolakan itu tanpa beban, kendati tetap tidak bersedia mengeluarkan lagi uangnya untuk perhitungan riba.
“Kalau Pak pimpinan setuju saya membayar pokoknya saja, akan saya lunasi semua, tapi beri waya waktu,” kata bu Dadi tetap dengan wajah berseri-seri.
Namun pimpinan cabang itu juga tetap bersikeras pada sikapnya. Seluruh tunggakan utang si Ibu, beserta bunga, denda dan lainnya-lainnya harus dibayar sampai pelunasan.
Pertemuan berakhir tanpa kesepakatan. Si Ibu pulang belum membawa hasil, namun ia telah bertekad untuk tidak kalah mental dalam perang urat saraf dengan si aBank. Selama belum diperoleh penghapusan BDO, ia tidak akan mundur seincipun yang akan membawanya Kembali ke titik awal dosa riba.
Keteguhan sikapnya ternyata membawa hasil. Satu minggu kemudian, staf di aBank bagian kredit datang ke tokonya dengan sikap yang terlihat mulai lunak.
Si aBank menanyakan komitmen si Ibu, pada bulan ke berapa ia bisa melunasi utangnya. Berhitung sejenak, si ibu menjawab yakin, “InsyaAllah 9 bulan ke depan saya sudah mampu membayar semua utang pokoknya saja.”
Dan bigwin itupun terjadi. Senin (5/10) kemarin, Si Ibu berhasil mengajak sertifikatnya pulang, setelah sekian lama ia biarkan tersandera si Abank. Bu Dadi benar-benar hanya perlu membayar pokoknya saja, plus sedikit pinalti karena ia tidak mau asetnya dilelang si aBank. Tanpa bunga, dan ongkos-onkos lainnya.
MTR, Saling Menguatkan Penuh Kegembiraan
Kesadaran dan keberanian menghadapi si aBank itu, bu Dadi dapatkan setelah bergabung dengan MTR. Selain mendapatkan banyak ilmu bisnis dan rohani melalui event MTR yang ia ikuti, ia juga mendapat banyak masukan dari ajang berbagi pengalaman sesama warga.
Hampir semua warga MTR memiliki problem utang dan melalui wadah ini, mereka bersama-sama tengah berikhtiar menuju lunas utang miliaran. Berkumpul dalam satu komunitas dengan ajang temu muka yang intens, membuat bu Dadi merasa terkuatkan. Adalah culture komunitas MTR, di antara sesama warga saling menguatkan, saling menghibur penuh kegembiraan.
Bu Dadi menyatakan rasa syukurnya telah dipersatukan di keluarga MTR dalam satu ikatan dakwah berlandaskan akidah Islam. Fasilitas rohani yang disediakan MTR melalui siraman tausiah para ustadz yang tak henti-henti mengingatkan bahaya riba dan konsekuensi hukum dunia akhiratnya, menguatkan Azzam untuk istiqomah keluar dari utang riba.
“Yaa Allaah, ampuni hamba yang selama ini banyak dosa, mari istiqomah berjuang untuk keluar dari riba, walaupun harus berdarah-darah,” istighfarnya.
“Mari satukan tekad, apapun yang terjadi jangan takut kita berjalan di jalan Allah. Bagi yang sedang berjuang melepas riba , ayo bergabung dengan MTR dan SMHTR, banyak ilmu yang bisa didapatkan di sana. Saya doakan semoga yang lain segera terlepas dari jeratan si abang,” ajaknya kepada Anda.
“BUKITTINGGI MASIHHHH PAGIIIII,” serunya berseri-seri.
Anda ingin menyambut pagi secerah Bu Dadi? Hubungi komunitas MTR terdekat pada nomor-nomor di bawah ini, dan dapatkan pencerahan awal melalui BUKU MERAH “Kesalahan-kesalahan Fatal Pengusaha Mengembangkan Bisnis dengan Utang.”
☎️ 0853-353-353-19
☎️ 0811-1818-29
☎️ 0852-8966-9696
☎️ 0811-1888-29
InsyaAllah akan Anda dapatkan jalan untuk menggapai hidup tenang tanpa utang dan riba di jalan dakwahNya.