©MIslamBisri
Bercerita tentang Lebaran, tak ubahnya akhir perjalanan haji. Syukur dan penyesalan, gembira dan rasa sedih, campur baur menjadi satu cerita haru dan seru yang takkan pernah bisa kita elakkan
Panggilan mulia untuk berhaji, pasti memberi perasaan syukur. Begitu juga saat kita bertemu dengan Ramadhan yang penuh berkah.
Sebaliknya, saat meninggalkan Makkah dan Madinah, akan menorehkan cerita penyesalan karena banyak peluang kebaikan yang belum terlaksana. Inilah yang biasanya membuat orang-orang berkeinginan kuat dan berharap bisa berjumpa lagi dengan Tanah Suci Makkah dan Madinah. Rasa seperti itu persis terjadi tatkala kita berpisah dengan bulan suci Ramadhan.
Kita pasti gembira bila saat memenuhi panggilan ke Tanah Suci, telah berusaha sesempurna mungkin melaksanakan berbagai rangkaian ibadah haji. Begitu juga persis sama, bila kita bisa mengikuti rangkaian ibadah-ibadah di dalam bulan Ramadhan yang diakhiri dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri
Lalu apakah makna atau hakikat yang telah kita dapatkan dari Ramadhan tahun ini?
Ramadhan sebagai bulan Madrasah, adalah sarana pembelajaran istimewa yang diberikan Allah untuk kita umat Rosulullah SAW. Sungguh sangat merugi, bila dalam sebulan pembelajaran yang kita ikuti, tidak ada manfaat yang berarti serta pengampunan dosa yang kita dapatkan.
Selanjutnya, benarkah kita sudah mendapatkan kemenangan di Ramadhan kali ini?
Dalam menempuh ibadah Ramadhan, ada tiga bentuk kemenangan yang ingin dan harus kita dapatkan, yakni :
– Kemenangan Spiritual yang menyangkut peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah.
– Kemenangan Emosional yang berhubungan dengan kecerdasan dalam mengendalikan diri dan nafsu.
– Kemenangan Intelektual yang erat hubungannya dengan ‘Imanan wahtisaban’, kecerdasan yang bisa membuat kita senantiasa bisa membedakan antara yang hak dan yang bathil
Semoga kita semua berhasil mendapatkan ketiga bentuk kemenangan yang menjadi tujuan “Pendidikan Ramadhan” di tahun ini. Mudah-mudahan juga dijauhkan Allah dari perumpamaan yang pernah disampaikan Rosulullah SAW, laksana seseorang yang menenun benang di pagi hari, namun ketika sore tiba, benang yang sudah ditenun tadi diuraikannya lagi. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah .
~~~~~~~~~~~
Sila mulai saat ini bercermin dan muhasabah diri. Kita boleh saja bersedih dengan kepergian “sang tamu agung”. Tapi kita juga diwajibkan bergembira menyambut hari nan fitiri
Namun, berbeda dengan kaum kafirun yang berpesta pora dalam mewujudkan kegembiraan hatinya, Islam telah dengan sangat sempurna menunutun kita dalam merayakan setiap kemenangan.
Yakni, bergembira dengan memperbanyak kalimat pujian ke hadirat Allah dan memperbanyak sujud, yang semuanya bermuara kepada kesadaran serta keinginan untuk patuh dan ta’at kepada perintah Allah dan RosulNya. Karena itulah kemenangan yang sesungguhnya!
Bangkinang 0,17 Juni 2019