Meninggalkan riba bukan hal yang rumit jika kita mau dan mampu membangun pondasi fundamental hidup.
©SuwarnaJuraganNgemil
Luruskan Mindset..
Kuatkan Niat..
Mantapkan Akidah..
Tiga point di atas adalah kekuatan yang harus dibangun terlebih dahulu sebagai fondasi sebelum kita melangkah ke langkah-langkah solusi praktis dalam upaya meninggalkan riba. Dengan kekuatan pondasi tersebut, tidak hanya utang yang akan lunas, tetapi kebiasaan buruk berutang akan ikut tercabut sampai akar-akarnya. Yakin atas pertolongan un-logic Allah Subhanawata’ala!
Tentang “mindset” contohnya. Banyak di antara kita yang selama ini memiliki cara pandang terhadap kebiasaan berutang dan riba. Beberapa di antaranya,
- Utang itu solusi
- Bisnis tak akan bisa maju tanpa utang
- Jaman sekarang, hidup tidak akan maju tanpa utang karena kita tidak akan punya apa-apa
- Bla bla bla..
Begitulah, selama cara pandang masih salah kaprah maka kita akan terus terjerumus dan terjebak dalam kubangan utang dan riba.
Pertanyaan selanjutnya, trus kapan kita akan meninggalkan riba??
Nah, pertanyaan ini akan sulit kita jawab selama mindset belum kita luruskan. Pasalnya, kita akan terus mencari pembenaran dan berharap solusi halal dari perbuatan haram (riba) yang terus kita lakukan dan pertahankan. Kita akan selalu mengatakan:
“Saya tahu riba itu haram, akan saya tinggalkan nanti setelah semuanya siap”
“Rumah dan mobil ini memang hasil riba. Saya akan lunasi segera setelah punya modal yang tanpa riba.”
“Saya sadar bekerja di lembaga ribawi, saya akan resign. Tapi nanti kalau sdh ada pekerjaan baru”
bla bla bla…
Lalu faktanya apa yang sekarang terjadi..kita masih saja terus mempraktikan riba yang seakan tak berujung kan??
Padahal cara ampuh meninggalkan riba adalah berhenti dan meninggalkan seketika itu juga, ketika kita tahu itu riba…
Atau berusaha sekuat mungkin untuk meninggalkannya sampai batas ambang kemampuan kita. Tanpa menunggu dan mempertanyakan solusi praktisnya, karena riba itu haram dan hal itu merupakan perintah langsung dari Allah SWT...no excuse!
Seperti halnya kisah Siti Hajar ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah gurun gersang bersama Ismail yang masih bayi. Apakah mereka kemudian mempertanyakan solusinya? Bahkan minta disediakan air dan makanan lezat selama di gurun pun, tidak mereka lakukan. Hal itu karena mereka patuh terhadap perintah yang turun langsung dari langsung dari Allah SWT. Maka mereka menurut tanpa membantah sama sekali. Sami’na wa ‘atokna.
Waktu membuktikan, Allah menyelamatkan anak beranak itu. Dan memberikan kelimpahan nikmat yang luar biasa kepada Siti Hajar, Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim…
~~~~~~~