Menjadi Siapa Kita dalam Kondisi Sulit?

0
577
MTR bersama TNI dan POLRI bersatu padu dalam program MTR Care Peduli Pandemic Covid-19

Ingin seperti wortel, telur atau kopi?

@Amir| MTR Jateng||

Ini cerita lama yang sudah beredar luas di kalangan masyarakat. Namun nilainya bagus dan tidak lekang oleh waktu. Kisah tentang seorang anak dan ayahnya yang hidup dalam situasi sangat sulit.

Suatu hari, ayah dan anak itu terlibat dalam sebuah dialog. Begini cerita yang terjadi.

Sang anak bertanya kepada sang ayah, “Ayah, dalam situasi yang sangat sulit seperti ini,  kita harus seperti apa?”

Atas pertanyaan  anaknya, sang ayah tidak langsung menjawab. Ia malah mengajak sang anak ke dapur di belakang. Di sana, ayah mengambil 3 jenis bahan makanan dan kemudian mengajukan pertanyaan kepada putranya.

“Nak, apa yang ayah pegang ini?”

Jawab sang anak,”Ayah memegang wortel, sebutir telur dan segenggam kopi.”

Lalu  sang ayah menuju tempat kompor, menyalakan kedua tungku apinya, dan meletakkan di atasnya masing-masing sebuah panci yang sudah diisi air. Ke dalam panci pertama, ia memasukkan wortel dan telur, dan di panci kedua ia masukkan biji-biji kopi yang ada di dalam genggamannya.

Sementara menunggu panci itu mendidih, sang ayah menoleh kepada anaknya.

“Nak, kita tunggu sebentar ya, amati apa yang akan terjadi pada bahan-bahan yang tadi ayah masukkan ke dalam panci.”

Putranya  mengangguk, sabar menunggu apa yang akan terjadi dan menduga-duga apa yang akan disampaikan oleh ayahnya. Kira-kira 30 menit kemudian, sang ayah mematikan api kompor dan meminta anaknya mendekat.

“Kesini nak, ayah ingin menyampaikan suatu hal kepadamu?”  

Anaknya mendekat.”Baik Ayah, apa yang ingin ayah sampaikan?”  

“Begini nak, kau lihat sendiri, tadi ayah memasukan sebuah wortel, satu butir telur dan segenggam biji kopi kedalam panci. Semua ayah beri perlakuan yang sama. Panci ayah isi air, dipanaskan sampai mendidih, dan ketiga bahan makanan tadi ayah masukkan dengan waktu yang relatif sama.”

Anaknya menggangguk. Lalu sang ayah melanjutkan pembicaraannya.

“Coba perhatikan apa yang terjadi pada ketiga bahan makanan yang telah ayah berikan perlakuan yang sama tadi, Nak..?”

Sang anak menyentuh wortel yang sudah menjadi  lunak, memecahkan cangkang telur yang sudah mengeras karena matang dan menengok ke dalam panci berisi kopi yang sekarang berwarna coklat berbau harum.

“Wortelnya lunak, ayah. Telurnya matang, menjadi keras.  Dan air yang diberi kopi sekarang coklat berbau harum kopi.”

“Tepat, Nak,” jawab sang ayah. “Wortel yang tadinya keras menjadi lunak setelah ayah masukkan ke dalam air panas. Telur yang tadi cair sekarang malah menjadi keras. Dan biji kopi yang  ayah masukkan, meski bentuknya tetap utuh, tapi di dalam air mendidih tersebut mampu mengubah warna airnya menjadi coklat dan memunculkan aroma harum yang menyenangkan siapa saja.”

Sang anak tampak mengerutkan keningnya. “Apa maksudnya, Yah?”

Ayahnya tersenyum dengan sabar, dan pelan-pelan menjelaskan kepada putranya yang belum paham.

“Begini Nak. Tiga bahan makanan tadi kita umpamakan sebagai 3 jenis manusia.  Semuanya mendapatkan masalah yang sama, sama-sama sulitnya, dan berlangsung dalam waktu yang sama. Tapi kau lihat, masing-masing memberikan reaksi yang berbeda.”

Sang anak mengangguk, menunggu penjelasan ayahnya selanjutnya.

“Saat ada masalah yang berat, bisa jadi orang yang tadinya kuat menjadi lemah dan putus asa. Sebagaimana yang kau lihat pada wortel tadi. Tapi sebalinya, ada juga orang yang biasanya terlihat lemah, justru menjadi kuat dan percaya diri begitu ditempa permasalahan. Hal itu serupa seperti yang terjadi pada telur.”

Sang anak mengangguk-angguk, mulai paham arah pembicaraan ayahnya. “Lalu bagaimana dengan  segenggam kopinya, Yah?”

 Gembira dengan reaksi anaknya, sang ayah makin bersemangat melanjutkan penjelasannya.

“Ini yang istimewa. Ada orang yang benar-benar istimewa, saat ditempa persoalan hidup, ia tetap tegar, selalu berbaik sangka dan yang luar biasa,  ia juga memiliki kreatifitas tinggi dan tetap optimis dalam berpengharapan.”

Sang anak semakin serius mendengarkan kelanjutan penjelasan ayahnya.

 “Tak hanya itu, Nak. Orang ini juga selalu ingin berkontribusi dan memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia selalu memposisikan dirinya menjadi orang yang berupaya memberikan manfaat terbaik kepada orang lain.”

Sang anak tampak berfikir keras, sebelum akhirnya mengangkat kepalanya dengan paras cerah.

“Aku paham maksud Ayah.. Ayah ingin aku seperti kopi,  yang tak hanya  menjadi semakin kuat Ketika mendapat tempaan, namun juga membuat harum lingkungan dengan kontribusi kita.”

Ayahnya tersenyum lebar sembari menepuk-nepuk Pundak anaknya.

“Baiklah, Yah.. terimakasih filosofi kopinya. InsyaAllah aku akan berusaha menjadi seperti kopi, yang selalu bermanfaat untuk kehidupan.”

Dari cerita di atas, hendaknya kita bisa mengambil hikmah dalam situasi seperti sekarang. Saat kita menghadapi permasalahan wabah penyakit yang belum jelas kapan akan berakhir, sikap apa yang harus kita ambil? Apakah kita hanya akan berdiam diri dan tidak bergerak melakukan  sesuatu?

Lakukanlah sesuatu untuk orang lain, untuk masyarakat luas dan untuk bangsa tercinta ini. Jangan pernah berhenti dakwah. Dakwah adalah penyampaian kabar gembira bagi segenap manusia menuju kemuliaan hidup!

Dakwah adalah kewajiban bersama. Dengan dakwah, insyaAllah akan bangkit ketakwaan makhluk hidup kepada sang Khaliq, Allah subhana wa ta’ala. Dan dengan ketaqwaan ini pula, InsyaAllah pertolongan Allah akan hadir, mengangkat musibah pandemic virus covid-19 dari kehidupan kita. Aamiin.

Semoga apa yang telah sahabat donasikan dan upayakan dalam program MTR Care peduli ini, Allah balas dengan balasan kebaikan dan kemuliaan yang lebih baik. Jazakumullah Khairon Katsiron.  BaraakaAllahu Lanna Walakum Jamii’an

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here