MENABUNG ITU PASTI RUGI, BAHKAN BISA HARAM

0
1715

Oleh: Rahman Faturrahman, KSW #03 Property
WA KSW 0811113139

Beberapa tahun terakhir saya sedang penasaran dan giat belajar tentang jual beli, kerjasama dan investasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa pelajaran disekitar kehidupan saya. Beberapa pelajaran tersebut diantaranya :

PELAJARAN PERTAMA. Sebuah proyek tambang mempertemukan saya dengan bapak-bapak senior yang saya belajar banyak tentang pekerjaan dan pengalaman hidup dari mereka. Mereka adalah pekerja keras, merintis karir dari NOL sejak muda, sejak tahun 80an diperusahaan kecil sampai pensiun diperusahaan tersebut (yang telah menjadi perusahaan besar dan terkenal di bursa saham) dengan uang pensiun ratusan juta.

Namun mengapa bapak-bapak ini bekerja kembali bersama kami disebuah perusahan kecil yang baru berdiri yang mengerjakan proyek kecil? Jelas karena  kebutuhan ekonomi keluarga, anak-anaknya sedang memerlukan biaya masuk kuliah yang cukup besar.

Bapak ini tabungannya lumayan banyak. Tapi, uang kertas hasil kerja keras, keringat dan kesabaran meninggalkan anak istri : perlahan “meluruh” hilang digerus inflasi dan  tidak mampu mengimbangi naiknya harga-harga dipasar. Bunga tabungan  deposito yang kurang dari 6 % tidak bisa mengalahkan inflasi yang diatas 6 %. Sebenarnya belum tentu biaya pendidikan yang naik terus, namun nilai uang tabungannya terus turun. Kerja keras sekian lama di dunia proyek tambang tidak menghasilkan kesejahteraan, bahkan di masa pensiun.

Pelajaran KEDUA. Saat saya kecil ditahun 80an, bapak saya mendapatkan seekor anak burung Beo. Sebenarnya anak burung ini sepasang, namun yang satu lagi dibagi dengan tetangga ladang yang juga menginginkannya. Beberapa hari setelah saya pelihara, anak burung tersebut dibeli oleh orang lain seharga Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah).

Uang tersebut dibelikan seekor anak kambing dan celana jeans untuk saya. Ya, tahun 80an harga uang Rp 25.000, 00 masih bisa mendapatkan seekor anak kambing seharga 20an ribu dan satu celana jeans anak-anak. Saat ini? Kesimpulan sederhana : harga-harga naik? Bukan! Tapi nilai uang kertas yang meluruh.

PELAJARAN KETIGA. Ada sebuah cerita yang saya pernah baca, dan inspiratif. Berikut cerita tersebut :

Ada seorang cucu yang merenovasi rumah tua peninggalan neneknya. Neneknya hidup tahun 70an. Salah satu tiang dapur rumah tua tersebut terbuat dari bambu, yang ternyata berisi uang logam yang sangat banyak. Uang logam ini tumpah saat tiang tersebut dibongkar untuk direnovasi.

Setelah dihitung uang tersebut berjumlah Rp 420.000,00 (empat ratus dua puluh ribu rupiah). Mungkin neneknya sengaja menabung uang logam dalam tiang bambu dapurnya untuk memberi hadiah kepada cucunya saat dia sudah tidak ada di dunia.

Sungguh mulia nenek ini, semoga Allah mengganti jerih payah dan keringatnya dengan rahmatNya. Aamiin.

Anggap saja sang cucu merenovasi rumah tua tersebut tahun ini, lalu coba kita cek berapa nilai uang logam tersebut. Uang Rp 420.000,00 tersebut jika dibelikan emas pada tahun 70an (saat nenek tersebut bekerja) akan mendapatkan emas seberat 840 gram. Wow banyak sekali. Ya, banyak . Harga emas pada masa itu adalah Rp 500,00 (lima ratus rupiah) per gram.

Bayangkan bagaimana kerja keras nenek tersebut mengumpulkannya, untuk memberi hadiah kepada cucunya dimasa depan? Lalu berapa nilai uang logam tersebut saat cucunya merenovasi rumah? Harga emas saat ini adalah Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per gram.

Jadi uang logam tersebut saat ini senilai dengan 0,84 (nol koma delapa empat) gram emas. Jika sang nenek menabung koin emas dalam tiang bambu dapurnya, maka koin emas tersebut saat ini nilanya setara dengan Rp 420.000.000,00 (empat ratus duapuluh juta rupiah).

Terimakasih Nek, engkau telah memberi pelajaran berharga bagi kami cucu-cucumu : Kita (engkau dan kami) diperdaya sistem ekonomi yang memiskinkan!

PELAJARAN KEEMPAT. Pelajaran ini berasal dari hadits.  Sahabat ’Urwah al-Bariqiy menyatakan bahwa Nabi saw pernah memintanya untuk membeli seekor kambing. Beliau memberinya uang 1 dinar untuk itu.

Lantas ’Urwah membeli dua ekor kambing dengan uang 1 dinar itu dan menjual salah satunya seharga 1 dinar. Maka ia datang kepada Rasulullah dengan seekor kambing dan uang 1 dinar. Nabi pun mendoakan keberkahan baginya dalam transaksinya. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam al-Bukhari, Imam Abu Dawud, dan Imam at-Tirmidziy.

Dari hadis ini ada pelajaran sederhana : harga kambing pada zaman Nabi adalah setengah dinar sampai dengan 1 dinar. 1 dinar = 4,25 gram emas 22 karat. Jika dikonversikan dengan harga dinar saat ini yang Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per dinar, maka harga kambing dari zaman nabi hingga SAAT INI tidak naik. Yang turun adalah nilai “uang rupiah”. Saat ini kita masih bisa membeli kambing dengan uang Rp 1.000.000,00 hingga Rp 2.000.000,00 tergantung keberhasilan negosiasi dan ukuran kambing.

Pertambahan nilai dari setengah dinar menjadi 1 dinar (100 % keuntungan jual beli) ini lebih diridhoi Nabi dibanding pertambahan nilai karena riba (bunga) yang hanya 6%. Pertambahan nilai dalam jual beli itu mensejahterakan, sedangkan pertambahan nilai dalam riba itu memiskinkan sebagian besar  masyarakat.

Dari beberapa hal diatas dapat secara sederhana disimpulkan bahwa kita saat ini berada pada masa sistem ekonomi yang memiskinkan. Sistem ekonomi yang melandaskan sistem keuangan ‘uang kertas’ yang tidak ada nilainya dan dicetak dengan mesin cetak,  mudah dan murah.

Sangat berbeda dengan sistem keuangan yang zaman Nabi Muhammad  yang menggunakan dinar emas sebagai “uang”. Dinar, uang emas yang diproduksi dengan biaya yang tidak murah, kerja keras dan keringat para pekerja tambang, dengan biaya yang tidak murah : dan produknya benar-benar bernilai.

PELAJARAN KELIMA. Sewaktu saya jum’’atan  Masjid Kampus UMY beberapa tahun lalu, khatib menyampaikan :

Bank Indonesia mencetak sejumlah uang, uang tersebut beredar di masyakat. Terjadilah transaksi untuk konsumsi maupun produksi. Sebagian uang masyarakat ditabung di Bank. Lalu oleh bank sebagian (bahkan mungkin sebagian kecil) disalurkan kepada pengusaha dalam bentuk kredit modal kerja atau kredit investasi.

Modal ini menjadi mesin produksi yang produknya akan dikonsumsi (dibeli) oleh  masyarakat. Penambahan nilai saat terjadi transaksi jual beli produk tidak menyebabkan masalah. Yang menjadi masalah adalah : hanya sebagian dari uang tabungan masyakat yang disalurkan kembali kepada dunia usaha, sebagian lagi dibelikan sertifikat BI.

Bank lebih aman menginvestasikan uangnya di sertifikat BI dan instrumen investasi lain yang lebih aman dibanding diberikan kredit modal kerja dan modal investasi kepada pelaku usaha yang berpotensi kredit macet. Akibatnya BI harus memberikan bunga kepada bank yang membeli sertifikat BI. BI mencetak uang kembali. Jumlah peredaran uang bertambah, sedangkan jumlah produksi dan konsumsi di masyarakat tetap.

Tidak seimbang. Inilah salah satu sebab inflasi, yang berhasil saya pahami dari khutbah jum’at tersebut (mudah-mudahan saya tidak salah memahami). Alhamdulillah , terimakasih uztad , akhirnya saya sedikit paham tentang inflasi mata uang dan kenapa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS 2 : 275).

Pertambahan nilai dalam jual beli (keuntungan) menghasilkan kesejahteraan (bagi pelaku jual beli, pelaku usaha produksi, dan masyarakat umum) sedangkan pertambahan nilai dalam riba menyebabkan “kesejahteraan” kelas atas dan para pelaku ekonomi kapitalis, “ketidaksejahteraan” kelas menengah dan menyebabkan “kemiskinan” kelas bawah.

Dari beberapa pelajaran diatas, kesimpulan saya saat ini, saat ini ya…bisa saja nanti berubah :

KESIMPULAN PERTAMA.  Tidak peduli pada satuan uang apa (Rp, Dollar, dll) uang kita simpan dan tidak peduli di mana menyimpannya tidak bisa aman dari peluruhan nilai. Mau di celengan, di  bank, di safe deposit box,  di bawah bantal, walau bertambah dengan bunga/bagi hasil setara bunga sekalipun tetap RUGI karena peluruhan nilainya lebih tinggi dibanding bunga/bagi hasilnya. Semakin lama disimpan maka semakin habis nilainya. Bahkan, jika terjadi krismon, dalam hitungan jam bisa habis nilainya.

KESIMPULAN KEDUA. Pertambahan dan pertumbuhan kesejahteraan ekonomi, usaha, investasi akan selalu semu angkanya jika menggunakan “satuan” uang untuk mengukurnya. Karena satuan uang yang ada tidak mewakili daya belinya. Percuma harta atau penghasilan naik terus dalam satuan rupiah atau dollar, tapi sebenarnya turun terus daya belinya. Ukurlah pertambahan dan pertumbuhan dengan alat ukur yang stabil : emas. Atau dengan komoditas lainnya seperti beras, kacang, dan sembako lainnya. Jika penghasilan kita 10 tahun lalu perbulan setara dengan 200 kg beras, dapat berapa kg penghasilan kita saat ini? Naik, turun, atau tetap?

KESIMPULAN KETIGA. Emas adalah lindung nilai dari inflasi secara umum, walau tidak bisa melindungi semua inflasi dari banyak komoditas dagang, apalagi komoditas yang terus berkurang pasokannya dan naik kebutuhannya. Emas bukanlah investasi, hanya lindung nilai. Menabung emas tidaklah menambah harta, hanya mengamankan harta dari inflasi. Jika masih menganggap emas adalah investasi maka berarti “alat ukur”nya masih satuan uang rupiah atau dollar. Lagi pula, investasi itu mesti bisa tumbuh dan bertambah dan atau mati atau berkurang atau rugi. Sedang emas tidak bisa tumbuh, beranak pinak, dan tidak bisa mati. Berbeda dengan tanaman di kebun atau kambing di kandang. Emas juga kena zakat jika sudah sampai pada waktu dan jumlahnya minimum zakatnya. Tidak ada larangan menyimpang emas dalam Islam, namun sepertinya tidak ada (saya belum menemukan) anjuran menabung. Sedangkan tuntunan/dalil jual beli sangat banyak . Banyaknya dalil tentang jual beli dan tiadanya atau sedikitnya dalil tuntunan menabung mensiratkan jual beli atau investasi riil lebih bermanfaat ketimbang menabung, dalam bentuk emas sekalipun. Petunjuk rezeki juga jelas : 9 dari 10 ada pada jual beli. Bertambahnya 1 dinar emas milik rasulullah menjadi 1 dinar + 1 ekor kambing kurban juga bukan akibat dinar emas tersebut ditabung bertahun-tahun, namun karena dipakai  jual beli oleh Sahabat ’Urwah al-Bariqiy.

Jadi, mari berhenti menabung (dalam bentuk uang kertas atau uang logam dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu yang lama). Belanjakan saja uang kita pada barang-barang yang memiliki nilai dan atau manfaat. Mari menjadi kapitalis saja! Hehehe….

Diposting di KSW #03 Property pada Hari Rabu, 22 Maret 2017, pukul 10.38 malam.

DARI ADMIN:
Masih percaya pada sistem ekonomi kapitalis ribawi yang berbasi uang kertas monopoli?

Silakan saksikan dan bagikan video bagus ini ya..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here