@AmirMahmudin| Pegiat MTR Purwokerto||
Bismillaahirakhmannirakhim
Utang!
Menyebut kata itu, seakan sudah tidak ada resistensi lagi dalam kehidupan masyarakat. Utang telah menjadi hal yang lumrah, menghinggapi setiap individu dalam kesehariannya. Ketiadaan resistensi itu, menurut kami, sudah sampai pada tahap menjebol dinding pertahanan akal dan rasa.
Apa buktinya? Satu dari berbagai bukti yang akan kami sampaikan adalah, “utang dianggap solusi cepat penyelesaian masalah. Utang memunculkan rasa bangga diri yang dipamerkan kepada orang lain melalui kemudahan fasilitas kredit. Seperti penggunaan kartu kredit untuk belanja di mall, makan di resto, belanja online, dan lain sebagainya.
Utang telah menjebol resistensi akal. Ketidakpastian akan situasi dan kondisi hari esok, sudah ditetapkan hari ini. Meyakini hari esok pasti masih hidup, menyakini usahanya besok akan berkembang, menyakini keuangan esok pasti lancar dan menyakini hari esok tidak akan ada permasalahan dalam kehidupannya.
Memang, membahas utang itu asyik. Kata utang seperti menjanjikan sesuatu yang memiliki value positif. Karenanya aktivitas utang secara alami bisa direspon oleh tubuh manusia dengan terstimulasinya hormon endorphin. Yang memberikan efek rasa senang dan terpuaskan. Rasa senang dan terpuaskan inilah yang semakin lama berefek kecanduan bagi seseorang yang menjadikan utang sebagai solusi permasalahan. Seseorang yang sudah kecanduan utang akan sedikit sekali berpikir mengenai bahaya buruk utang dan dampak yang ditimbulkan di kemudian hari.
Dalam keadaan semacam ini, akal sehat pecandu utang telah terabaikan dan terkalahkan oleh dorongan naluri (gharizah). Penyakit kecanduan utang hanya akan berhenti lantaran dua sebab. Pertama, jika ia segera memahamai dan menyadari dengan benar akan dampak buruk utang. Dan kedua, karena KEMATIAN.
Banyak orang yang terlena oleh kata utang…! Namun sebenarnya, samakah kata utang dengan pinjam?
Secara bahasa, arti utang adalah “uang yang dipinjam dari orang lain atau membayar kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima (kbbi.web.id).
Sedangkan kata pinjam adalah memakai barang (uang dan sebagainya) orang lain untuk waktu tertentu (kalau sudah sampai waktunya harus dikembalikan) (kbbi.web.id).
Dalam bahasa Arab, kedua kata ini ternyata berbeda. Utang = dain, sementara pinjaman = qardh. Sedangan menurut syariat Islam sebagaimana telah definisikan oleh Ulama Syafi’iyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah, utang (dain) didefinisikan sebagai apa-apa [harta] yang tetap dalam tanggungan, karena suatu sebab yang mengharuskan tetapnya utang (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 21). Sedangkan pinjaman (qardh) dalam istilah syariah Islam adalah memberikan harta untuk menolong sesama bagi orang yang akan memanfaatkan harta itu dan mengembalikan penggantinya (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, Juz 33, hlm. 89).
Bagaimana pandangan Islam berkenaan dengan aktivitas utang?
Dalam hukum Islam, utang (dain) adalah boleh (ja’iz) berdasar kepada firman ALLAH dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah : 282.
Nash lain juga menjelaskan sebagaimana penjelasan dalam hadist Rasulullaah SAW : “Dari ‘Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi hingga tempo tertentu [secara utang], dan Nabi SAW menggadaikan kepadanya baju besinya. (HR Bukhari)”
Bagaimana dengan hukum dalam Islam terkait dengan pinjaman (qardh)? Dalam hukum Islam pinjaman (qardh) terbagi menjadi dua katagori, yakni hukum sebagai pemberi pinjaman (al-muqridh) adalah mandub (sunnah). Sedangkan hukum bagi peminjam (al-muqtaridh), sebagian ulama mengatakan hukumnya boleh (ja’iz) (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 33/91).
Diperbolehkannya aktivitas utang dalam syareat Islam, bukan berarti tidak ada celaan bagi sesorang yang melakukan aktivitas utang. Hal tersebut didasarkan pada nash yang mencela aktivitas utang. Diantara nash tersebut adalah Sabda Rasulullaah SAW : “Dari ‘A`isyah RA bahwa Rasul SAW pernah berdoa dalam sholat,”Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari azab kubur, aku berlindung kepadamu dari cobaan (fitnah) Al Masih Ad Dajjal, aku berlindung kepadamu dari cobaan kehidupan dan kematian, aku berlindung kepadamu dari dosa dan utang.
Ada yang bertanya “Betapa seringnya Anda minta perlindungan dari utang?” “Rasul SAW menjawab, “Sesungguhnya seseorang itu jika ia berutang lalu berbicara, maka dia akan berdusta. Jika dia membuat janji, maka dia akan ingkar janji.” (HARI. Bukhari, No. 798).
Dalam hadist yang lain Rasulullaah SAW bersabda : “Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Aash, bahwa Rasul SAW bersabda,”Akan diampuni orang yang mati syahid setiap dosanya, kecuali utang.”(HR Muslim, no 1886).
Dengan memperhatikan nash-nash yang menjelaskan perihal aktivitas utang dan fakta yang terjadi di masyarakat saat ini, nampak sekali korelasi di mana utang yang hakekatnya diperbolehkan, tetapi menjadi lebih baik untuk ditinggalkan.
Karena aktivitas utang yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah utang yang hanya dilakukan dalam kondisi sangat terpaksa, yakni hanya utang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (makan).
Menjadi sangat bertolakbelakang dengan fakta aktivitas utang yang dilakukan oleh umat Muslim sekarang. Di mana utang bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar (makan), tetapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan naluri keinginan (kebutuhan sekunder, tertier dan modal usaha). Jika keadaan ini terus belanjut, akan menjadi bom waktu terhadap kemerosotan kondisi ekonomi masyarakat secara umum dan bahkan bisa pada level negara.
Berangkat dari bahaya tabiat buruk utang, komunitas Masyarakat Tanpa Riba (MTR) tergerak untuk mengambil peran dalam aktivitas edukasi pemahaman utang secara benar kepada segenap lapisan masyarakat.
Memfokuskan pada aktivitas utang yang dilakukan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya melalui utang adalah sebuah kesalahan fatal. Pembahasan lebih lengkap mengenai kesalahan-kesalahan fatal apa saja yang akan dialami oleh pengusaha dalam mengembangkan usahanya melalui utang dapat dibaca di BUKU MERAH MTR. (bersambung)