Pergulatan Batin Pejalan Hijrah Menuju Bebas Riba

0
1094

Hijrah bukan perjalanan ringan. Selalu ada pergulatan batin dari pelakunya, ketika menempuh perjalanan menuju Lunas Utang Miliaran. Apalagi ketika berhadapan dengan pihak perbankan yang mengklaim sistem utang piutang yang mereka jalankan sudah menempuh  jalur Syariah.

Seperti itulah yang dirasakan Pak Mardi dari Sragen. Ikuti curahan hati beliau di bawah ini, dan mari kita doakan beliau agar segera sampai ke ujung perjalanan dengan kemenangan hakiki.

Ya, kami tahu RIBA ITU DOSA. Namun dalam pemahaman awal, yang  terkena dosa adalah yang makan riba. Dan kami merasa aman karena tidak makan riba.

Maka, kami berani mengambil utang pada bank konvensional. Waktu terus berjalan, dan kami selalu lancar mencicil utang. Dengan rapor bagus sebagai nasabah yang selalu lancar membayar utang, kami menjadi rebutan bank satu dengan bank lainnya. Berapapun  jumlah  utang yang kami ajukan, selalu mendapat acc dari berbagai bank.

Waktu terus berjalan. Namun dalam perjalanan, rezeki yang Allaah berikan ada kalanya banyak, ada kalanya sedang, kadang-kadang sedikit. Sedangkan cicilan itu pasti,  besarnya pasti, waktu tenggat pembayaran pasti.

(Di kemudian hari setelah bertemu dengan MTR baru kami tahu bahwa saya telah membayar kepastian dengan ketidakpastian).   

Kami bermuhasabah, meneliti apa yang telah kami lakukan selama ini, apa yang salah, toh hidup  kami tidak macam-macam; kerja semangat, ngaji sudah, shalat jamaah sudah, baca Al Qur’an sudah.

Saat tahajud kita bermohon kepada Allaah subhanawata’ala ,”Yaa Allaah, tatalah hidup kami, agar saat mati nanti kami sudah tidak punya utang. Akhirkanlah hidup kami dalam keadaan baik.

Saat berdiskusi dengan pasangan, saya mendapatkan masukan bahwa mungkin rezki kami menjadi kurang berkah karena utang riba, bahwa kami yang membayar juga terkena hukum riba.

Karena pemahaman itu, saat top-up utang, kami memutuskan pindah ke “Bank Sorry” alias bank non konvensional. Kami berfikir, cara utang kami sudah aman karena kami menempuh  jalan utang Syariah. Saat itu kami yakin telah meninggalkan sesuatu yang buruk ke jalan yang lebih baik di jalur Syariah.

Kami jalani jalinan utang itu dengan Bank Sorry. Namun seiring berjalannya waktu, perasaan kok sama jatuhnya dengan riba di bank konvensional. Hanya beda di istilah saja, namun jatuhnya (cicilan) menjadi lebih mahal.

 

Mencari Kebenaran Hakiki

Seperti proses sebelumnya, kembali kami berefleksi, muhasabah, mencari kebenaran hakiki.

Lalu, bertemulah kami dengan MTR, Masyarakat Tanpa Riba. Interaksi pertama terjadi  dalam acara Temu Pengusaha dan Warga (TPW) MTR di Hotel Azzima.  

Kami rasa-rasakan, pembelajaran yang  disampaikan dalam acara tersebut  adalah ilmu yang benar.  Inilah ilmu yang kami  cari, inilah kebenaran hakiki yang sesuai dengan aturan Allaah.  

Maka kami memutuskan untuk lanjut ikut event SMHTR di Purwokerto.  Jarak itu lumayan jauh dari domisili kami di Sragen. Namun  karena “yakin” sedang mengejar suatu “kebenaran”, kami tempuh dengan niat kuat.

Kami sungguh-sungguh tak mau kehilangan kesempatan sedikitpun dalam pembelajaran di acara tersebut. Melalui beberapa sesi pembelajaran, kami rasakan pribadi kami  berkembang menjadi lebih kuat dan tangguh. Hingga muncul  suatu keyakinan dan prinsip,  jika kami memberikan yang maksimal untuk Allaah, niscaya Allaah juga akan memngembalikan lebih dari yang telah kita berikan.

DI MTR  dan juga ULC MTR, kami mendapatkan dan mempelajari ilmu  untuk “melawan” bank Syariah. Sebelumnya, kami selalu minder dalam  setiap pertemuan dengan pihak bank tersebut. Kami selalu tidak bisa menjawab argument-argumen ketika berhadapan dengan mereka. Apalagi argumen-argumen mereka  selalu dibalut istilah-istilah Syariah.

Namun berkat ilmu yang kami dapatkan dalam event-event MTR,  kami mendapatkan bekal untuk membalikkan argumen mereka dengan cara benar.  Jika pun dalam satu pertemuan argumen kami kurang tepat, kami akan mendapatkan masukan dari teman-teman ketika silaturahmi dan tatap muka dengan pegiat MTR. Dengan support dan masukan mereka, selalu ada cara berikutnya  untuk mematahkan argumen pihak bank Sorry.

Dari mereka kami mendapatkan prinsip, “Wis, ojo takon wae, ndang mangkato mereka (sudah, jangan tanya terus, segera berangkat), hadapi mereka,” menjadi kunci kemenangan untuk menghadapi Bank Sorry. 

Hingga sampai pada suatu titik, justru pihak bank sorrylah yang selalu mencari alasan untuk menghindar saat kami ajak bertemu. Mereka bahkan berani berbohong sedang di luar kota ketika kami nekat mendatanginya. Padahal ternyata orangnya ada di kantor.

Kami yakin akan datang saat yang tepat  Allaah menolong kami.  Alhamdulillah hari ini, permohonan kami untuk membayar  utang pokoknya saja disetujui. Engkau Maha Penolong ya, Allaah.

Kami juga sudah mendapatkan jadwal lelang tanggal 3 November 2020. InsyaAllaah kata “lelang” sudah  tidak menjadi hal yang menakutkan setelah kami sering  mendapatkan support dari saudara-saudara  yang sudah merasakan pengalaman lelang di KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).

Semoga Allaah memberi kekuatan senantiasa istiqomah….

Mari terus berdakwah….  Salam Lunas.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here