Kesabaran itu berbuah manis. Setelah bergabung dengan MTR selama 23 bulan, Muhammad Mansyur, akhirnya bisa juga merasakan lunas utang miliaran. Namun setelah itu, ia memutuskan beralih usaha dari dunia kontraktor ke bisnis klinik kecantikan yang telah dirintis istrinya. Apa alasannya?
Padahal, industry kontraktor termasuk salah satu bisnis yang menggiurkan. Di negara-negara berkembang, khususnya yang berkembang industry propertinya, bisnis jasa konstruksi menjadi bagian tidak terpisahkan dalam proyek-proyek pembangunan. Bidang ini termasuk bisnis jasa terlaris yang sangat dibutuhkan. Bahkan juga oleh segmen perorangan yang butuh dalam pembangunan rumah pribadi.
Maka tidak mengherankan, jika bisnis konstruksi menjadi tujuan utama ketika pak Mansur menyelesaikan pendidikan teknik sipilnya. Pada awalnya ia melayani jasa konstruksi di proyek-proyek pemerintah. Sesuai kompetensinya, perusahaannya berkembang pesat hingga ia memiliki 7 perusahaan skala kecil sampai menengah.
Namun sejalan dengan berkembangnya bisnis, utangnya pun semakin membengkak. Maklum saja, modal bisnis jasa konstruksi butuh biaya tidak sedikit. Selain modal pembelian bahan baku materail, dan sub kontraktor (kalau perlu), ia juga harus selalu siap dengan uang cash untuk membayar tenaga kerja secara periodik.
Rata-rata, hamper semua kontrakto menutup kebutuhan modal itu melalui utang. Maka dengan 7 perusahaan konstruksi yang ia miliki, mudah dipahami jika makin lama modal yang dibutuhkan juga semakin besar. Dan dalam mindset lama pak Mansur, tak ada jalan lain kecuali menutup kebutuhan itu melalui utang.
Pada suatu masa, pak Mansur pernah memiliki utang sampai Rp7miliar. ”Pusingnya minta ampun. Nggak bisa mikir lagi, setiap hari dirongrong dan ditagih,” ujarnya.
Keinginan menyelesaikan utang sudah pasti ada. 7M utang yang terserak di 36 titik bank, KPR, leasing mobil dan motor, utang pribadi/perorangan, bahkan untang kepada rentenir itu berhasil ia kurangi menjadi 5M. Namun kembali lagi, ia mengakui, karena pemahaman dan pemikiran tentang utang belum bagus, ia kembali terjerumus ke lembah utang lagi.
Seperti halnya para pecandu utang, penyakit utang memberikan efek yang merusak bisnis. Problem terberat dari utang, menurut laki-laki kelahiran Pekalongan 14 Maret 1977 ini, adalah menurunnya kreativitas dan daya saing yang berimbas pada penurunan produktivitas.
Tekanan utang yang luar biasa, kata Pak Mansur, membuatnya tidak fokus dalam mengelola bisnis. “Pendek kata, selama masih menjalankan bisnis dengan modal utang, yang kita pikirkan tiap bulan hanya setoran dan setoran. Semua jadi nggak focus lagi,” ujarnya.
Tak cukup menurunkan kinerja bisnis, efek tabiat buruk utang juga berpengaruh terhadap kehidupan pribadi. Pak Mansur berterus terang, karena tekanan utang yang luar biasa, keluarga seringkali dinomorsekiankan. Pikirannya sudah tersita penuh untuk menutup cicilan setiap bulan. Alhasil kebutuhan keluarga pun sering tertunda demi kejar setoran.
Namun di atas semua itu, efek tabiat buruk utang paling berat yang ia rasakan adalah jauhnya dari ajaran agama Allah.
Dikasihani Tetangga
Hingga pada awal 2017, seorang tetangga mengenalkannya kepada Masyarakat Tanpa Riba (MTR).
“Mungkin dia kasihan melihat saya tiap hari pergi pagi pulang malam sehingga kelihatan tidak bisa menikmati hidup. Beliau berkunjung ke rumah, lalu memperkenalkan saya dengan MTR,” kisahnya.
Narasi pertama bahwa MTR adalah komunitas Islam yang bertujuan untuk menyadarkan dan mengedukasi warga/umat agar terbebas dari utang dan riba, membuat Pak Mansur semakin penasaran. “Saya ingin tahu, gimana menyelesaikan utang yang sudah telanjur membelit,”ujarnya. Memuaskan rasa penasaran itu, ia pun memutuskan untuk bergabung dengan MTR dan mulai mengikuti kegiatan-kegiataan seminar yang diadakan MTR.
Benar juga, setelah bergabung dengan MTR beberapa lama, Pak Mansur berhasil membuktikan kebenaran solusi atas utang-utangnya yang diajarkan oleh MTR.
Bukan sekadar penyelesaian masalah utang, ia bahkan merasa mendapatkan lebih. Manajemen bisnisnya menjadi lebih tertata, begitu juga kehidupan pribadinya dengan terwujudnya hubungan kekeluargaan yang ia rasakan menjadi jauh lebih harmonis. Lebih dari itu, ia juga merasa mendapatkan keberuntungan yang tidak ternilai dengan apapun, dengan bertambahnya saudara seperjuangan.
Perubahan paling besar yang ia rasakan sejak bergabung dengan MTR justru terkait dengan fundamental keimanan. Yang selama ini, ia tidak tahu tujuan hidupnya, sejak belajar di MTR Pak Mansur mengalami perubahan total dalam pola pokir dan pola sikap secara fundamental.
Secara teknis, Pak Mansur mendapatkan pelajaran bagaimana menyelesaikan utang-utangnya. Melalui coaching dari para pengampu MTR, ia berhasil menyelesaikan utang-utangnya satu per satu. Ada yang melalui penjualan asset, ada yang ditebus dengan mengembalikan mobil/motor ke leasing yang sudah telanjur ia kredit. Untuk utang perorangan, ia datangi langsung dan minta kelonggaran waktu untuk penyelesaian.
Bersamaan dengan ia, Pak Mansur berusaha melakukan perbaikan diri. Ia minta maaf kepada istri dan anak-anaknya karena selama ini telah memberi nafkah dari harta haram, meminta maaf dan restu kepada orang tuanya, serta perbaikan ibadah secara total.
Alhamdulillah, setelah melakukan perbaikan fundamental keimanan, atas ijin Allaah benang kusut itu terurai. Satu per satu problem utang bisa terselesaikan. Hingga dalam waktu kurang lebih 2 tahun, semua bisa terlunaskan. Dan puncaknya, pada 3 Januari 2020 ini, ia resmi diwisuda sebagai alumni Lunar Utang Miliaran. Dihitung-hitung ia butuh waktu 23 bulan untuk mengurai benang kusut problem utangnya yang sudah membelit selama beberapa tahun.
Di luar masalah utang, satu added value –bukan, bukan added value, lebih tepatnya main value, tidak ternilai yang ia dapatkan selama kurun pembelajaran MTR adalah tentang keimanan. Pak Mansyur menjadi tersadarkan, sadar atau tidak, selama ini telah banyak melakukan maksiat sampai melupakan Allah. Lupa bahwa pada hakekatnya segala yang ada di muka bumi ini adalah milih Allaah. Dan ia menyadari, sudah cukup lama melupakan sang Maha tersebut.
Dari Kontraktor ke Klinik Kecantikan
Satu keputusan besar yang Pak Mansur ambil setelah berhasil melewati jembatan menuju lunas utang miliaran, adalah berhenti dari dunia kontraktor. Bukan keputusan yang ringan, namun sudah ia pikirkan matang-matang.
Secara pribadi ia merasa, selama berbisnis kontraktor -terutama yang berhubungan dengan proyek pemerintah, hamper tidak punya celah untuk berbuat baik.”Suap, mark up, dan KK adalah hal biasa di dunia itu,” ujarnya.
Atas pertimbangan itu, ia memutuskan untuk beralih usaha. Bersama istrinya yang seorang dokter, ia memutuskan membuka klinik kecantikan bernama Wima Aestetic Seiring dengan berjalannya waktu dan atas berkah rahmat Allah yang Maha Pengampun, bisnis itu sekarang berkembang pesat. Tanpa utang, praktik KKN, suap, mark up dan semacamnya, keluarga pak Mansur Kembali hidup nyaman, bahagia, dan berkelimpahan.
Kepada para pengusaha muslim yang masih terjerat dalam belitang utang, Pak Mansur berbagi tips berikut ini. “Yang pertama dan utama, hindari seluruh kemaksiatan agar bisnis dan hidup kita selalu dirdho Allah subhana wa ta’ala.”
Anda siap mengikuti jejak Pak Mansur? Mari bergabung dalam Gerakan lunas utang Miliaran bersama MTR dan tunggu event-event seminar bisnis berkah yang tengah kami siapkan. ***