By : Anang Sujana ( +6282150024999 )
MTR #22 Jabar
Menunggu sahabat sedang bercengkrama tentang kekecewaan pada sahabat lainnya, ku biarkan diriku pindah ke ruang sebelah dan
memandangi liuk keemasan sebatang kara arwana yang ditemani 50 an ikan kecil beserta getaran kecemasanya.
Ikan kecil itu sadar bahwa kapanpun hidupnya bisa berakhir, mirip dengan seseorang yang tervonis pindana mati yang dimana banding, grasi dan PK enggan dihadirkan sekalipun untuk menengoknya.
Ikan dan narapidana itu mungkin sekali berdoa setiap saat agar hidupnya lebih lama, tepatnya hidup lebih lama dalam ketakutan.
Dalam skala berbeda apa yang terjadi di dalam akuarium dan dibalik jeruji tidak ada bedanya dengan kita semua yang terpenjara dalam dunia dan terkerangkeng dalam tubuh ini.
Pertanyaannya berapa banyakkah dari kita yang sadar bahwa kematian bisa menjenguk kita kapanpun?
Sadarkah kita, bahwa kita semua ini telah di vonis mati dan tanpa pernah tahu kapan eksekusi itu akan dilakukan.
Setiap hari kita melihat atau mendengar orang lain meninggal, namun kita merasa itu hanya akan terjadi tidak dalam waktu dekat.
Kita melihat bayangan malaikat pencabut nyawa seperti arwana dan algojo ketika usia uzur atau dalam kondisi kesehatan yang kritis.
Kematian adalah Guru besar, ia mengajarkan ketidakkekalan dan banyak hal lainnya, sayang tidak banyak yang mau dan siap menghadapinya, kebanyakan kita takut atau menyangkalnya.
“Nanti kalau saya mati bagaimana dengan kehidupan anak dan istri saya?” seorang sahabat bertanya
Belum saya sempat menjawab teman lain langsung menyahut “Jangan berperan menjadi Tuhan ya, bahwa kehidupan orang lain itu tergantung kamu, ada banyak janda dan yatim yang baik-baik saja setelah ditinggal suami dan bapaknya, bahkan ada yang lebih baik hidupannya”
Kematian kita takuti karena kita tidak siap menghadapinya, kita merasa tidak cukup bekal yang akan dibawa.
Wajar sekali, karena setiap hari manusia mengumpulkan sesuatu yang akan ditinggal kelak, sementara jarang Ia mengkoleksi sesuatu yang akan dibawanya
Disisi lain ketakutan ini bertambah dengan banyaknya memori bernada seram tentang apa yang terjadi setelah seseorang meninggal.
“Mati selagi hidup” ini adalah istilah dalam praktiknya mungkin sama seperti apa yang diucapkan Nabi
Muhammad dalam hadis “Matilah sebelum kematianmu tiba”
Seorang Guru pernah berkata” Bagaimana mungkin kita mengharap bertemu dengan Pencipta setelah kematian,sementara selama hidup kita tidak bisa menenumuiNya, bahkan tidak mau mengambil langkah kearahNya.”
Bagi kebanyakan orang jangankan belajar kematian, membayangkan saja sudah membuat perasaan kacau,
Namun kebalikan bagi sedikit orang, yang di dunia Sufi disebut Kekasih Allah, setiap saat mereka rindu untuk pulang dan bertemu denganNya.
Kerinduan inilah yang perlu dibangkitkan, dengan cara belajar ke dalam sehingga kesadaran bangkit dan membangunkan jiwa kita yang tertidur.
Alangkah anehnya kita belajar begitu banyak hal yang tidak pasti dan tidak menghiraukan satu-satunya Guru yang pasti menjenguk kita semua yaitu kematian.