GAK PERLU MALU, GAK PERLU GENGSI
By Sahir, KSW #21 Diaspora
WA KSW 0811-113-139
Kami merasa tak perlu malu dan gengsi. Karena sudah setahun ini kami mengontrak rumah. Mungkin pandangan orang, kerja di timur tengah koq rumah ngontrak. Pandangan orang tidak akan mengubah dosa yg harus kita tanggung saat terus bergelimang RIBA.
Cukup lama untuk bisa meyakinkan diri untuk berazzam lepas dari jeratan riba. Sejak awal bekerja, thn 2002…dengan bangga langsung ambil kredit motor. Setelah menikah ada keinginan punya usaha sampingan. SK istri akhirnya disekolahkan. Dari sini lah jeratan riba itu terasa tak mau lepas. Usaha berjalan tapi gak ada hasil…asset akhirnya harus dijual. Dan cicilan harus tetep dibayar.
Karena usaha hanya sambilan, masih merasa punya penghasilan, godaan riba terasa terus tak terbendung. Walaupun dari awal sudah tahu, riba itu dosa, tp karena kurang pemahaman tentang seberapa besar dosanya, apa efek dan akibatnya, merasa lazim dilakukan oleh rekan dan orang sekitar dan merasa terdesak ini menjadi jalan satu-satunya utk membeli rumah, akhirnya KPR dengan Bank konvensional pun disikat.
Saat mendapatkan pekerjaan baru yg gajinya sedikit lebih besar, akhirnya KTA pun dicicipin…tujuannya utk menjadikan cicilan hanya satu pintu dan cicilan yang lain ditutup. Hidup terus berkutat dengan riba dan memikirkan cicilan.
Kami berdua bekerja, jika dijumlahkan, sdh lebih dari cukup. Tp gak ada kelihatan terkumpul hasilnya. Tiap bulan pusing mikirin cicilan, dan uang habis terus.
Sampai akhirnya hidayah itu datang…
Berawal dari kesempatan bekerja di timur tengah, kami terus belajar dan mencari penguatan tekad untuk keluar dari Riba.
Anak dan istri sempat kami bawa selama tiga tahun di negeri gurun ini.
Syukur alhamdulillaah…karena istri cuti dari PNS, dia lebih byk waktu belajar. baik menyimak dari dari internet, atau dari Ustadz-ustadz yg berkesempatan mengunjungi negeri ini, termasuk Ust. Samsul salah satunya…
Kami mulai tersadar, kami bisa melihat lebih luas…dan ternyata kita sangat minim ilmu. Kami mulai mengubah sudut pandang, dan berusaha mencari jalan keluar. Akhirnya kami putuskan menjual rumah KPR kami dan menutup sisa cicilannya. Walau terasa berat, kami harus merelakannya, dan kami akan tinggal di rumah kontrakan.
Kami mulai mengejar keberkahan rejeki, anak-anak pun mulai kita fokuskan belajar agama dan mengahafal Al Quran. Walaupun anak-anak punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah international, tentunya dengan fasilitas kantor, kami putuskan cukup tiga tahun mereka bersekolah di international school dan mereka harus pulang ke Indonesia untuk lebih mendalami ilmu agama dan Al Quran. Putri pertama kami akan fokus hanya menghafal Al Quran, tanpa harus bersekolah. Siapa yg tdk menginginkan dipakaikan mahkota oleh anaknya yg penghafal Al Quran? Pasti semua menginginkannya…minimal salah satu anaknya menjadi penghafal Al Quran.
Sekarang kami merasa lebih tenang, tanpa utang tanpa riba, dan semoga menjadi lebih berkah. Dan tempat tinggal lebih fleksibel (karena ngontrak, bisa milih dan pindah kemana aja ?)….bisa ngikutin ke lokasi yg deket dengan sekolah anak.
Dan tahun ini, إن شاءالله istri akan resign dari PNS dan akan fokus hanya mendidik anak.
Semoga kami bisa segera memulai membuka usaha dan bisa berkumpul sekeluarga lagi.
Saat hanya ridho dan keberkahan Allah yg kita kejar, kemudahan إن شاءالله akan menghampiri kita, dan sering dari jalan yg tidak kita duga.
Sambil terus memperbaiki diri, terus tebarkan pemahaman tentang RIBA kepada keluarga terdekat dan orang-orang di sekitar kita.
Abu Dhabi, 08 Juli 2017