@MIslamBasri
Membaca ulang salah satu tulisan pak DI yang ada di Buku Merah, mengingatkan lagi pengalaman ‘indah nan membahagiakan’. Ketika dulu sempat belasan tahun berteman, bahkan juga sampai berdunsanak dekat dengan yang namanya bilyet giro.
Kecemasan dan ketegangan yang dilalui bertahun-tahun bersama cicilan Oetang si Abang, sungguh sangat ‘disempurnakan’oleh hadirnya lembaran-lembaran giro yang harus ditebus. Sampai-sampai berharap,kalau bisa yang ada hanya hari Sabtu dan Ahad, tanpa kehadiran Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. ( yang biasa atau pernah bermain giro, pasti paham maksudnya 😊 )
Bersyukur, ketika Februari 2019 mengikuti salah satu acara MTR di Bogor, kami merasa mendapat jalan terang untuk bisa melepaskan diri.
Ya,momennya kami dapatkan ketika salah seorang pegiat MTR, H. Saikhul Hadi yang diminta memberi testimoni, menyampaikan beberapa hal. Termasuk bahwa dirinya tak lagi memakai giro dalam urusan usahanya.
Saat itu kami lansung tersentak dan meyakini, inilah kalimat tepat yang kami butuhkan. Karena sampai saat itu kami memang masih belum melepaskan diri dari urusan giro dengan segala kegilaannya.
Dan sepulangnya, kami lansung membuat keputusan untuk menghentikan segala keterkaitan dengan giro, yang ternyata selama bertahun tanpa kami sadari, juga mengandung unsur riba dalam pelaksanaannya.
Pastinya yang namanya giro, andaikan tak ada unsur ribanya pun, akan selalu bisa membuat pemuja dan pecintanya setiap hari pusing 17 keliling. Sebab akan tetap berhadapan dengan salah satu ‘pasal’ dalam ‘UU MTR’ tentang utang, yakni ‘Membayar Kepastian dengan Ketidakpastian. ’
( informasinya,dimasa pandemi ini,efek samping sang giro semakin kuat dan semakin membuat gendeng para pemakainya )
Setahu kami, tak sedikit para pedagang dan pengusaha satu kota, yang akhirnya terjebak utang pada rentenir, diantaranya disebabkan oleh desakan dan ancaman kilauan kapak sang Giro Sableng.
Bagaimana dengan kota lain? Apakah juga ada kasus serupa? Kami yakin tak ada (bedanya ). Hmmm..
Alhamdulillah, setelah lebih dari setahun melepaskan diri dari cengkraman sang giro ,kehidupan terasa lebih enteng dan nikmat tanpa harus lagi berhadapan dengan sang giro dan aksi terornya.
Lalu apakah usaha bisa tetap berjalan tanpa kehadiran sang giro?
Insya ALLAAH bisa, asalkan kita mau dan mampu berkomunikasi secara baik dengan para agen atau pemasok, serta bisa sentiasa menjaga TRUST dan POSISI TAWAR kita di hadapan mereka.
Dan Alhamdulillaah, kami diberi petunjuk oleh ALLAAH AL HAADII , untuk menemukan Skema Baru dalam pembayaran. Sebuah cara sederhana yang setelah diterapkan terbukti bisa menjadi ‘Win-Win Solution’ bagi usaha kami dan para supplier. Terutama di masa pandemi yang cukup melelahkan dan melemahkan ini.
Sungguh, perpisahan dengan sang giro adalah satu nikmat besar ALLAAH yang sangat tiada pantas untuk didustakan.. WALLAAHU A’Lam
# PIKIR dan RENUNGKANLAH
BangKamRi 1442