Riba dalam bahasa Arab berarti “bertambah”. Maka segala sesuatu yang bertambah dinamakan riba. Menurut istilah, riba berarti: menambahkan beban kepada pihak yang berhutang (dikenal dengan riba dayn) atau menambahkan takaran saat melakukan tukar menukar barang RIBAwi (emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar menukar emas dengan perak dan makanan dengan makanan dengan cara tidak tunai (dikenal dengan riba ba’i).
Riba merupakan penyakit ekonomi masyarakat yang telah dikenal lama dalam peradaban manusia. Beberapa pakar ekonomi memperkirakan bahwa riba telah ada sejak manusia mengenal uang (emas dan perak).
Riba dikenal pada masa peradaban Farao di Mesir, peradaban Sumeria, Babilonia dan Asyuriya di Irak, dan peradaban Ibrani Yahudi.Termasuk dalam perjanjian lama bahwa diharamkan Yahudi mengambil riba dari orang Yahudi, namun dibolehkan orang Yahudi mengambil riba dari orang diluar Yahudi.
Tidak dapat dipastikan kebenaran perkiraan di atas kecuali keberadaan riba pada peradaban Yahudi. Karena Alqur’an menjelaskan bahwa Bani Israil (umat Nabi Musa AS) melakukan riba dan Allah-pun telah melarang mereka memakan riba. Allah berfirman,
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.“ (QS. An Nisaa: 160-161)
Kemudian umat Yahudi memperkenalkan riba kepada bangsa arab di Semenanjung Arabia, tepatnya di kota Thaif dan Yatsrib (kemudian dikenal dengan Madinah).
Di dua kota ini Yahudi berhasil meraup keuntungan yang tak terhingga, sampai-sampai orang-orang Arab jahiliyah menggadaikan anak, istri dan diri mereka sendiri sebagai jaminan utang riba. Bila mereka tidak mampu melunasi utang maka jaminan mereka dijadikan budak Yahudi.
Dari kota Thaif praktik riba menjalar ke kota Makkah dan dipraktikkan oleh para bangsawan kaum Quraisy jahiliyah. Maka riba marak di kota Makkah. Sebagaimana yang kita ketahui dalam khutbah Rasulullah di Arafah pada haji wada’ beliau bersabda,
“Riba jahiliyah telah dihapuskan. Riba pertama yang kuhapuskan adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib, sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya”. (HR. Muslim)
Bentuk-bentuk Riba yang dilakukan orang-orang jahiliyah:
- Seseorang memberikan pinjaman 10 keping uang emas selama waktu yang ditentukan dengan syarat nanti dibayar sebanyak 11 keping uang emas.
- Seseorang meminjamkan 10 keping uang emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia (peminjam) belum mampu membayar, ia mengatakan, “Beri saya masa tangguh, nanti piutang anda akan saya tambah”.
- Seseorang memberikan pinjaman modal usaha 100 keping uang emas. Setiap bulannya ia mendapat bunga 2 keping uang emas. Bila telah sampai masa yang ditentukan, si peminjam harus mengembalikan modal utuh sebanyak 100 keping uang emas. Jika ia telat melunasi, maka ia harus membayar denda keterlambatan yang terkadang rasionya lebih besar dari pada bunga bulanan.
- Seseorang membeli barang dengan cara tidak tunai. Bila ia belum melunasi hutang pada saat jatuh tempo maka ia harus membayar denda keterlambatan selain melunasi hutang pokok.