By Tamyiz, KSW #02 Property
WA KSW 0811-113-139
Aksi Mashiroh, Aksi Bela Islam atau Aksi Super Damai 212, Jum’at 2 Des 2016 kemarin adalah beneran damai alias Aksi Super Sangat Damai (ASSD).
Sesungguhnya Aksi 411 juga sangat damai, hanya saja mengapa presiden tidak mau menemuinya di Aksi 411 lalu.
Apalagi kalau ditilik dari jumlah massa yang Aksi pada saat itu mencapai 2 juta orang lebih, dan tuntutan ulama’ kami, yang mewakili peserta Aksi, adalah ingin di temui dan di dengar oleh presiden secara langsung, bukan perwakilannya.
Kembali kepada aksi 212 yang mencapai 7 juta orang lebih, malah relatif sangat damai.
Menurut pengamatan penulis yang juga peserta aksi 212, aksi ini sungguh sangat bermartabat.
Boleh di bandingkan dengan unjuk rasa maupun demo apapun dan dimanapun sepanjang sejarah di seluruh dunia, yang penulis ketahui dan penulis dengar, termasuk demo di negara-negara maju yang konon katanya lebih demokratis sekalipun.
Iya, Aksi Super Damai 212 adalah Aksi terbanyak dan terdamai, bahkan Polri pun mengakuinya damai, namun diakui atau tidak diakui, menurut penulis, bahwa Aksi Super Damai 212 kemaren adalah Aksi terbesar dan terdamai sepanjang sejarah.
Bahkan tidak ada satupun taman atau tanaman yang rusak, pohon yang tumbang, ataupun terjadi keributan, apalagi brutal.
Walau di sekitar Monas banyak mobil-mobil mewah parkir di pinggir jalan, sepanjang jalan menuju Monas.
Padahal diantara kita (bukan kami) tidak saling kenal sebelumnya, karena yang hadir mengikuti Aksi jutaan manusia dari seluruh penjuru nusantara.
Sepertinya kita ini bertemu saudara sendiri, begitu akrab, begitu saling mencintai, saling membantu dan saling menyapa, saling meneriakkan kalimat takbir, dan disambut takbir oleh saudara lainnya.
Allaahu Akbar.
Subhanallaah…..
Sampai bulu kuduk ini merinding.
Ditengah-tengah aksi, kami mendengarkan para ustadz, habaib, dan para kiyai berceramah, dengan semangat dan antusiasnya, sehingga dikala hujan mengguyur-pun penulis tidak terasa.
Bahkan ketika para habaib tadi berdo’a, tanpa sadar penulispun meneteskan air mata, begitu juga sekeliling penulis, menangis tersedu2, iya…. kita-pun ikut terbawa emosi para habaib dan para kiyai yg berdo’a sampai menangis, lalu diusap lembut gerimis air hujan.
Sungguh ini bukan retorika, bukan rekayasa, namun ini kenyataan dan pengalaman yang sesungguhnya.
Subhanallah.
Sepulang dari acara aksi, menuju titik kumpul, sebagaimana juga pada perjalanan keberangkatan, disepanjang perjalanan penulis temui beberapa anak muda, ibu-ibu, dan sukarelawan sedang membagi-bagikan makanan, buah-buahan, minuman serta obat-obatan dengan suka cita dan antusiasnya.
Dengan penuh keikhlasan, hanya berharap ridhoNya.
Padahal disaat itu sedang hujan, jalanan padat, karena banyaknya kendaraan dan peserta aksi, becek dan berlumpur karena ada pengerjaan taman yg belum terselesaikan.
Namun para sukarelawan tadi dengan senyum dan keikhlasnya tidak kenal lelah terus membagi-bagikan buah-buahan, makanan dan obat-obatan.
Penulispun merasa bangga, salut campur haru melihat saudara-saudara sukarelawan tadi.
Subhanallah, tanpa terasa perjalanan berkilo-kilo meter yang dilalui penulis untuk kembali ke titik kumpul penjemputan, (kebetulan titik kumpul penulis di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini), tidak terasa lelah sedikitpun.
Bahkan yang penulis amati, mobil-mobil maupun motor yang terjebak kemacetan dengan senyum riangnya tidak juga merasa letih, yerlihat dari raut wajahnya yang sumringah bahagia, dan ikut merasakan semangat peserta Aksi Damai, tidak sedikit diantara mereka adalah mobil kesehatan dan mobil penjemput peserta aksi.
Di sepanjang kanan dan kiri jalan, banyak penitipan mobil dan motor, yang di tulisi : Parkir Motor Gratis, untuk peserta Aksi Damai, syarat membawa STNKB.
Yaa Allah, balaslah amalan dan jasa para tukang parkir, yang mungkin keluarganya menunggu uang hasil parkir di rumah, namun ia rela seharian kehujanan, namun rela tidak dibayar, bahkan tidak mau dibayar, hanya ingin membantu peserta Aksi Damai, ternyata para tukang parkir-pun punya hati dan nurani yang sama ikhlasnya, sama semangatnya, yang menginginkan keadilan bagi penista Al-qur’an.
Juga di jalan arah penulis pulang, ada jasa pijat 5 menit gratis untuk peserta aksi, di perjalanan pulang, lantas siapakah yang bisa menggerakkan ini semua, kalau bukan karena berharap ridhoMu yaa Allah, tukang pijatpun tahu perjalanan peserta Aksi yang sangat jauh, berjalan berkilo-kilo meter, bahkan dari luar kota.
Belum lagi warung-warung yang menggratiskan makanannya, atau dari salah satu peserta aksi yang rela memborong seluruh makanan di stannya.
Semangat Aksi dilandasi visi dan chemistri yang sama ini, sehingga membuat penulis rindu ingin mengikuti Aksi lanjutannya, jika sang penista Agama tidak dihukum, sebagaimana keadilan yang harus ditegakkan, apapun resikunya.
Yang tidak kalah dengan peserta Aksi Damai lainnya adalah, para sukarelawan yang telah siap dengan tas kantong besar hitam, yang dengan sigapnya memunguti sampah yang tersisa, walaupun memang sampahnya tidak seberapa, karena dari masing-masing peserta Aksi Damai sudah sadar akan kebersihan dan sampah, yang selalu membuang sampah di box tempat sampah yang tersedia.
Semoga dengan Aksi Damai 212 ini, para pemegang kekuasaan, penegak keadilan, terketuk hati nuraninya, mendapatkan hidayah untuk menegakkan keadilan yang sesungguhnya.
Ditulis oleh fakir ilmu, Tamyis Sukaes, peserta Aksi Damai 212.