By Samsul Arifin SBC, KSW #33 Siyaasah
WA KSW 0811-113-139
Ketika pulang dari acara buka shoum bersama para pebisnis ibukota di The Dharmawangsa Kemang Jakarta Selatan bulan lalu, Pak Kris KepoChips memecah keheningan mobil mewah yang sedang melaju mengantar kami ke Bogor;
“Pak Samsul, saya miris sekali, ternyata beberapa penulis buku Best Seller di sosial media itu, bukunya numpuk di resellernya. Kasihan sekali Pak.”
“Koq bisa begitu Pak?” Tanya saya, seakan tidak percaya.
“Iya Pak, saya menyaksikan sendiri, rumah reseller itu akhirnya jadi gudang stok buku yang tidak jalan.”
“Lalu apa yang dilakukan penulis buku yang juga menulis tentang cara berjualan itu Pak?” Saya penasaran.
“Tidak ada lah Pak.. Mereka jual putus ke resellernya. Stok jadi tanggungan resellernya. Resiko tanggung sendiri” Jawab Pak Kris.
Sambil menyimak cerita-cerita Pak Kris tentang kasus-kasus pemasaran atau penjualan oleh para jagoan selling di sosial media, saya menerawang mengingat penjualan Buku atau Kitab Klasik 27 JURUS JITU MERAIH IMPIAN.
Sudah beberapa kali Kitab Klasik 27 JURUS JITU MERAIH IMPIAN ini dicetak ulang. Cetakan terakhir sebanyak 10.000,- (sepuluh ribu eksemplar). Saya jadi ingat, pada Bulan Ramadhan Tahun 1437 H yang lalu, rumah saya juga dipenuhi oleh Buku 27 JJMI ini. Anda yang pernah datang ke rumah saya, pasti tahu kalau rumah saya nyaris seperti gudang dengan tumpukan kardus coklat berisi ribuan buku.
Namun, syukur Alhamdulillaah.. Pada Bulan Syawwal 1438 H ini, atau setahun setelah Buku 27 JJMI itu dikirim oleh penerbit ke rumah. Stok di rumah saya tinggal 100an, di kantor habis. Di toko buku habis, dan di gudang penerbit (Elexmedia) juga habis. Stok yang cukup banyak cuma di tempat Mas Singgih di Malang, sekitar 200an.
Memang tidak mudah untuk menjual 10.000 (sepuluh ribu) buku yang dibandrol dengan harga mulai dari Rp 350.000 ke atas ini. Terutama pada era ketika orang-orang sudah tidak membaca buku, tetapi beralih membaca chat di media-media sosial.
Kendati demikian, sudah menjadi tugas melekat bagi penulisnya untuk menjual bukunya hingga ke tangan pembaca. Bukan hanya bisa menjual buku ke tangan reseller. Dan kemudian membiarkan reseller kebingungan dan nelangsa karena kehabisan uang tunai. Sementara penulis buku riang gembira karena merasa bukunya laris manis.
Oleh karena itu, saya jadi teringat ketika saya dulu menjadi salesman, lalu naik menjadi sales supervisor dan menjadi sales manager, kemudian bertengger pada posisi tertinggi dari afiliasi perusahaan asal Eropa. Yang saya fikirkan waktu itu bukan hanya mengeluarkan stok dari gudang perusahaan tempat saya bekerja sebagai principle, atau dikenal sebagai selling in kepada distributor atau reseller. Jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana menciptakan permintaan (creating demand) dari real customer atau pembeli akhir, yang dikenal dengan istilah selling out. Sehingga barang di gudang reseller bersih tak tersisa.
Saya mengukur keberhasilan saya bukan dari penjualan perusahaan kepada distributor atau reseller, akan tetapi juga keberhasilan saya ukur dari pergerakan barang dari gudang distributor ke tangan end-user.