(Kisah nyata, sebagai bahan renungan tentang “bahaya” riba)
© Novitrie Yanie
Memiliki anak adalah impian indah setiap pasangan yang saling mencinta. Bagi istri, mengandung dan melahirkan adalah tujuan besar dari fitrah kewanitaannya.
Namun apa jadinya jika rahim — “kantung kasih sayang” tempat bersemayam janin harus ditanggalkan dari perutnya? Tanpa rahim, seorang wanita tak kan mungkin hamil dan memiliki keturunan yang didambakan.
Itulah mimpi buruk yang pernah menghancurkan hati seorang wanita. Badan seperti tak bertulang. Lemas dan lunglai saat dokter memvonis kantung itu harus dibuang karena akan membahayakan jiwanya.
“Mengapa rahimku harus ditanggalkan? Mengapa aku? Hampir tujuh tahun aku berihtiar untuk mempertahankan. Apa dosaku ya, Allah. Mengapa Engkau begitu tega,” begitu ratap sang wanita di atas sajadah setiap malam. “Protes”-nya menembus langit dalam isak yang panjang.
Bagusnya, wanita itu jenis orang yang mudah bermuhasabah. Tak semata menyalahkan Allah, di sela dukanya menjelang keputusan hari-H operasi pengangkatan rahim, ia terus berusaha berprasangka baik kepada Allah. Belajar menerima takdir, sembari menengok ke dalam untuk mencari ”sumber malapetaka” ini.
“Astaghfirullah, subhanaka inni kuntum minnadzhalimiin.. Aku mohon ampunanmu ya Allah. Apapun kesalahanku, tolong jangan ambil rahimku,” begitu ia masih berusaha “menawar” takdir setiap pertiga malam.
Hingga suatu malam…. DEG!!
Tiba-tiba berkelebat kartu kredit yang selama beberapa tahun ini menghuni dompetnya. Kartu utang itu sudah seperti teman setia dalam setiap transaksi yang perlu dilakukan. Ia merasa banyak terbantu dengan kemudahan-kemudahan serta promo-promo yang menunjang gaya hidupnya sebagai sekretaris. Desainnya yang cantik memberinya kebanggaan setiap mengeluarkan dari dompetnya.
Wanita itu ingat bagaimana mudahnya ia mendapatkan kartu tersebut. Ya, bank mana yang tidak percaya dengan seorang sekretaris muda nan sexy dari sebuah perusahaan ternama. Dan “kepercayaan” itu, ia manfaatkan sebaik-baiknya dengan transaksi cashless yang begitu intensif. Kadang karena memang tidak memegang uang tunai, namun lebih sering karena ia mengejar point atau promo yang menggiurkan.
Wanita itu tidak sadar, si aBank telah menempatkannya sebagi “lawan perang” terhadap Allah dan Rasul-Nya.
“Maka, jika kami tidak mengerjakan (meninggalkan) sisa riba, ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” Gemetar sang mantan sekretaris itu saat membaca Quran Surat Al- Baqarah : 279.
“Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka ia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah). Badan wanita itu bergetar lebih hebat hingga ia tersungkur dalam di atas sajadah biru.
“Ya Allah, ampunilah hamba. Si aBank hampir membuatku menjadi seorang pencuri dihadapanMu. Si aBank telah membuatku menjadi budak hedonisme..”
“ Subhanalloh, begitu kelam masa laluku!”
**
R I B A, telah membuatku sampai pada titik nol! Begitu sang wanita kemudian menuliskan di dalam diarynya.
Riba membuatku sadar bahwa setiap saat Engkau berhak memanggilku, tulisnya lagi.
Lalu, ia kutip hati-hati QS 63 (Al Munafiqun) ayat 11 :
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”
“Riba telah membuatku membuka aurat dan mengharumkan dosa jariyahku,” batin wanita itu penuh rasa malu.
“Dan yang paling penting, karena ribalah Allah membuat rahimku harus diangkat,” simpulnya pedih.
“Aku harus TAUBAT dan berhijrah,” tekadnya penuh kesadaran.
Ia ambil tas kerjanya dan dikeluarkannya kartu cantik itu dari dompet. Ia gunting ujungnya menjadi 2 bagian. Esok ia akan menelpon bank penerbit kartu utang itu untuk menutup seluruh transaksinya.
**
Awal-awal memang terasa ada sesuatu yang hilang. Namun hari-hari selanjutnya, langkahnya menjadi lebih ringan tanpa kartu utang. Ia baru merasa manfaatnya, tanpa kartu kredit pola belanjanya menjadi lebih hemat dan sehat.
Tak lupa, malam-malam panjangnya ia lalui dengan dzikir panjang dan taubatan nasuha. “Kujemput hidayahMu, ya Allah. Aku yakin dengan janji-janjiMu.”
Wanita itu merasa Allah menjadi semakin dekat. “BARU SELANGKAH AKU MENGHAMPIRI, TETAPI SERIBU LANGKAH ALLAH MENGHAMPIRIKU”
Hingga ketika waktu itu datang, masyaAllah… dokter tidak menemukan alasan apapun untuk mengangkat rahimnya. Rahim dan ovariumnya dinyatakan sehat seperti yang dimiliki semua wanita normal.
Allahu Akbar.. Kuasa Allah melampaui semua perhitungan logika manusia. Tidak Ada yang tidak mungkin bagi Allah swt
“Sesungguhnya urusannya-Nya, apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, Jadilah, Maka jadilah ia.”(QS. Yasin : 82)