BERFIKIR SYAR’I

0
1042

BERFIKIR SYAR’I agar TIDAK SALAH MEMAKNAI LABEL SYARIAH di setiap transaksi

Studi Kasus pada Asuransi dan BPJS
by Ustadz M. Arif Yunus, KSW #07
WA KSW 0811113139
??????
[5/3, 3:02 PM] ust M Arif Yunus ksw: Assalamu’alaikum, afwan baru bergabung.. Jika diperkenankan, saya ingin mulai diskusi tentang berfikir syar’i agar kita tidak salah memaknai label syariah di setiap transaksi. Kita tentu faham syar’i tidaknya sebuah transaksi tidak didasarkan pada label halal sebuah produk atau syar’ie sebuah transaksi. Tetapi, didasarkan pada bagaimana nash syar’ie memberi petunjuk apa hukum sebuah perbuatan. Sehingga, apapun pendapat seseorang, ketika ia mendasarkan pada dalil syar’ie akan menjadi pendapat syar’ie dengan syarat dalil nashnya terkuat dan menggunakan metode istimbath hukum yang rajiih sebagaimana yang dilakukan oleh ulama-ulama mu’tabar.

[5/3, 3:05 PM] ust M Arif Yunus ksw: Saat ini, sebagai seorang muqallid, kewajiban kita adalah memilih pendapat dengan dalil terkuat, baik dengan cara menelaah secara langsung hujjah yang diberikan mujtahid atau mengikuti seorang mujtahid yang kita percayai kedalaman pendapatnya. Boleh juga kepada ulama-ulama bukan mujtahid yang kita yakini juga kedalama ilmunya.

[5/3, 3:07 PM] ust M Arif Yunus ksw: Lalu bagaimana dengan pendapat yang dianut BS terkait transaksi yang menurut mereka sudah ditarjih oleh DSN. Insya Allah, sepanjang mereka menggunakan dalil syar’iy maka pendapatnya bisa kategorisasikan sebagai pendapat syar’iy. Karenanya, jika kita berbeda pendapat dengan mereka, pendapatnya layak kita hormati sebagai perbedaan pendapat.

[5/3, 3:09 PM] ust M Arif Yunus ksw: Hanya saja, saya memandang, masih banyak transaksi di BS yang harus kita kritisi berdasarkan pemahaman syar’iy yang kita miliki (khususnya yang saya yakini kekuatan dalilnya). Misalnya tentang kaidah al ashlu fil muamalah al ibahah.. Hukum asal muamalah adalah mubah. Kaidah ini tentu tidak tepat.

[5/3, 3:16 PM] ust M Arif Yunus ksw: Sikap kita terhadap BS saat ini adalah meninggalkan muamalah dengan mereka pada transkasi yang menurut kita “salah” yang bisa terjadi karena dibangun tidak dengan pendapat syar’iy atau lemah dalilnya.

[5/3, 3:27 PM] ust M Arif Yunus ksw: Terkait kaidah hukum asal perbuatan, ini berbeda dengan kaidah “hukum asal benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya”. Dalil ini dibangun karena ada keumuman dalil tentang kehalalan benda-benda di muka bumi. “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”.

[5/3, 3:27 PM] ust M Arif Yunus ksw: Ketika Allah menyebut benda yang diharamkan, maka Allah telah metakhsis kehalalan benda ciptaanNya..

[5/3, 3:28 PM] ust M Arif Yunus ksw: Ini berbeda dengan hukum asal perbuatan..

[5/3, 3:35 PM] ust M Arif Yunus ksw: Allah menjelaskan: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]. Juga “… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu …” [An-Nahl: 89]. Kedua ayat ini adalah hujjah bahwa Islam telah menjelaskan segala sesuatu melalui alqur’an dan sunnah beliau.
Menjelaskan segala sesuatu, artinya manusia tidak diberikan kewenangan membuat hukum. Cukuplah Allah yang membuat aturan dan manusia tinggal pakai saja.. Artinya, hukum asal perbuatan itu bukan terserah kalian tapi ikuti hukum Allah..

[5/3, 3:36 PM] ust M Arif Yunus ksw: muncul pertanyaan, bagaimana mungkin seluruh aturan hidup ada dalam alqur’an yang muncul 1400 tahun yang lalu?

[5/3, 3:44 PM] ust M Arif Yunus ksw: Karena Islam dan qur’an datang dengan sifat syamil dan mujmal.. Syamil artinya menyeluruh, tak ada satupun aktifitas manusia yang tidak dibahas oleh Islam. Keyakinan ini hanya ada pada seorang muslim yang yakin pada ayat di atas.

[5/3, 3:47 PM] ust M Arif Yunus ksw: Kok bisa semuanya dibahas dalam Islam..? Karena Islam bersifat mujmal yakni hukumnya berupa garis-garis besar.. Jadi gak perlu al Qur’an diturunkan setebal kitab hukum pidana, perdata, apalagi UU..Jika butuh hukum rinci, tiggal digali dari nash-nash syar’iy yang bersifat mujmal… tentu dengan syarat-syarat istinbath hukum yang benar..

[5/3, 3:54 PM] ust M Arif Yunus ksw: Dari jaman dulu hingga sekarang, sebenarnya perbuatan manusia itu sama, yang berbeda mungkin namanya dan teknologi yang digunakannya.. Karenanya, kemujmalan nash syar’iy bisa digunakan untuk menggunakan perbuatan apapun saat ini..

[5/3, 3:57 PM] ust M Arif Yunus ksw: dengan pemahaman ini, kita bisa memahami bahwa kadiah “hukum asal perbuatan adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkan” adalah salah. Pertama, karena hukum perbuatan itu tidak hanya mubah dan haram, tetapi ada wajib, sunnah dan makruh.. Artinya, apapun perbuatan manusia pasti ada hukumnya salah satu. Jika ada hukumnya, maka pasti ada dalil syar’iy nya..

[5/3, 3:58 PM] ust M Arif Yunus ksw: Bagaimana kalau “seolah-seolah” tidak ada dalil? Jawabnya pasti ada dalilnya. Ada satu metode qiyas yang digunakan para mujtahid untuk mendapatkan hukum atas suatu perbuatan yang “seolah-olah” baru..

[5/3, 4:02 PM] ust M Arif Yunus ksw: Asuransi misalnya, ternyata bukan sebuah aktifitas baru. Muamalah ini pun sudah pernah dilakukan pada jaman Rasul, namanya dhamin. Berdasarkan dalil dhamin inilah, asuransi bisa dikupas bagaimana hukumnya. Jadi, asuransi tidak dihukumi sebagai perbuatan mubah karena tidak ada dalil keharamannya, atau asuransi menjadi mubah karena dihilangkan unsur riba, maysir, dan gharar. Jadi sekali lagi, asuransi menjadi halal kalau memenuhi syarat dhamin, bukan sekedar menghilangkan riba atau spekulasinya..

[5/3, 4:03 PM] ust M Arif Yunus ksw: Bank konvensonal, tidak lantas menjadi halal kalau sekedar dihilangkan unsur ribanya..

[5/3, 4:04 PM] ust M Arif Yunus ksw: Kredit rumah tidak langsung menjadi kredit syar’iy hanya dengan menghilangkan unsur riba, dua aqad dalam satu transaksi, tetapi juga harus memenuhi seluruh syarat jual beli yang disyariatkan..

[5/3, 4:05 PM] ust M Arif Yunus ksw: Mohon maaf, sementara sekian dulu, ada tugas kenegaraan, antar pulang anak dari sekolah.. Mohon maaf jika kurang berkenan.. Wassalam..

[5/3, 5:22 PM] ‪+62 857-2111-‬: Kalau dalam asuransi yang di maksud Dhamin yang benar itu bagaimana ya Ust. Arif ?

[5/3, 5:41 PM] ust M Arif Yunus ksw: @pakAsep, dalam menentukan hukum asuransi, maka yang dilakukan adalah mengaitkan fakta asuransi dengan nash yang menjelaskan fakta itu. Secara fakta, asuransi adalah akad penjaminan oleh seseorang kepada orang lain atas kewajiban yang harus ditunaikan.

[5/3, 5:43 PM] ust M Arif Yunus ksw: Maka hukum asuransi ditetapkan berdasarkan dalil yang berbicara tentang itu. Tidak melulu mencari kata2 yang berarti asuransi atau mencari dalil tentang keharaman asuransi. Berdasarkan penelaahan nash, diperoleh ada peristiwa pada masa nabi ketika ada seorang shahabat meninggal.

 

>>>> WA KSW 0811113139 <<<<<

 

[5/3, 5:45 PM] ust M Arif Yunus ksw: Dan shahabat itu punya hutang. Rasulpun enggan menyolati hingga hutangnya dibereskan. Lalu, muncul seorang shahabat yang menawarkan dirinya menjamin untuk membayar hutangnya. Rasul pun akhirnya mensholatinya..

[5/3, 5:48 PM] ust M Arif Yunus ksw: Dalam riwayat ini tidak ada penyebutan secara lugas adanya asuransi atau kata semakna asuransi. Dhamin yang saya sebut di atas tadi juga tidak disebut. Namun, kalangan ulama menyebut peristiwa ini sebagai muamalah dhamin yang diterjemahkan jamin / jaminan / asuransi. Jadi, ulama menganalogikan peristiwa asuransi dengan peristiwa di atas.

[5/3, 5:50 PM] ust M Arif Yunus ksw: Rasul menyetujui muamalah dhamin di atas, artinya dhamin adalah boleh/mubah. Jadi sekali lagi, kebolehan dhamin bukan karena ada hukum ashalnya mubah dan tidak ada dalil keharaman, tetapi karena ada nash yang membolehkan dhamin. #Maaf diulang2 agar ada penekanan#

[5/3, 5:54 PM] ust M Arif Yunus ksw: Berdasarkan peristiwa tsb juga, para ulama berpendapat asuransi dapat dilakukan jika (1) terjadi pada kewajiban yang harus ditunaikan. Dalam peristiwa di atas adalah hutang. (2) tidak ada imbalan yang diberikan pada penjamin, bahkan dia harus keluar biaya karena bayar hutang, (3) ada penjamin, pihak yang dijamin, pihak yang menerima jaminan, dan obyek jaminan.

[5/3, 5:55 PM] ust M Arif Yunus ksw: Berdasarkan pendapat di atas, kita bisa memahami status hukum perusahaan asuransi konvensional saat ini.. Insya Allah berlanjut jika berkenan..

[5/3, 6:02 PM] ‪+62 878-7721-: Lanjut pak..tapi break maghrib dulu pak…selamat menjalankan shalat maghrib?

[5/3, 6:33 PM] ust Samsul Arifin: Ayoo.. malam ini mau menikmati Pempek aseli Palembang, oleh-oleh dari Warga KSW..

Sambil nyimak UAY..

[5/3, 6:44 PM] ust M Arif Yunus ksw: Alhamdulillah, khair semua ustadz..

[5/3, 6:50 PM] ust M Arif Yunus ksw: Boleh dilanjut bapak2 sekalian?

[5/3, 6:50 PM] ust M Arif Yunus ksw: Mohon tanggapannya jika ada yang kurang pas..

[5/3, 6:51 PM] ust M Arif Yunus ksw: Berkait asuransi konvensional, selain adanya unsur riba dan maysir, ada hal yang dilanggar berdasarkan aqad dhamin yang syar’iy..

[5/3, 6:53 PM] ust M Arif Yunus ksw: Mengapa saya sebutkan tidak sekedar riba dan maysir, agar kita tidak terjebak memahami seolah kalau transaksi tanpa riba dan masysir langsung menjadi syar’iy..

[5/3, 6:54 PM] ust M Arif Yunus ksw: Artinya, kalau asuransi konvensional kita hilangkan riba, maysur dan gharar, otomatis menjadi asuransi syariah. Tentu tidak sesederhana ini..

[5/3, 6:55 PM] ust M Arif Yunus ksw: Begitu pun dengan perbankan konvensional, kalau dihilangkan ribanya, belum tentu berubah menjadi perbankan syariah..

[5/3, 6:55 PM] ust M Arif Yunus ksw: Begitu pun ekonomi Islam, bukanlah ekonomi minus riba plus zakat..

[5/3, 6:56 PM] ust M Arif Yunus ksw: Asuransi dikatakan syar’iy jika seluruh transaksi dan operasionalnya memiliki cantolan dengan transaksi syariah yang dicontohkan Rasulullah..

[5/3, 7:00 PM] ust M Arif Yunus ksw: Kembali ke asuransi konvensional, letak kebathilannya ada pada (1) obyek aqadnya tidak memenuhi syarat aqad dalam Islam. Yakni, manfaatnya bisa diambil secara langsung dan riil. Asuransi konvensional hanya aqad janji yang belum bisa diambil manfaatnya (premi) hingga ada klaim. Sementara kompensasi premi sudah dibayarkan. Bandingkan dengan jual neli, penjual mendapat harga pembayaran, pembeli mendapat barang. Keduanya memperoleh manfaat langsung. Jadi, dalam asuransi ada transaksi yang tidak equal..

>>>> WA KSW 0811113139 <<<<<

[5/3, 7:05 PM] ust M Arif Yunus ksw: (2) perusahaan asuransi mendapat imbalan atas jasa jaminan yang dia berikan, sementara dalam Islam jaminan itu bukan sesuatu yang dikompensasikan, (3) obyek jaminan seringkali bukan kewajiban untuk ditunaikan. Seorang yang mobilnya kecelakaan, tidak wajib mengganti kerusakan mobil miliknya sendiri. Beda dengan jika ia nabrak mobil orang, ia wajib ganti rugi mobil orang tsb. Faktanya, auransi konvensional tidak ganti kerugian kepada orang lain, tapi justru kepada nasabah asuransi..

[5/3, 7:06 PM] ust M Arif Yunus ksw: Jadi, mau dibagaimanapun, ribanya dihilangkan, maysir / spekulasinya dihilangkan, selama operasional dan aqadnya masih.seperti di atas, asuransi tsb bukan syariah..

[5/3, 7:27 PM] ‪+62 857-2111-‬: Dari penjabaran diatas maka mengasuransikan diri sendiri itu sebenarnya tidak di perbolehkan ya, begitu ya ust. Arif, tolong di koreksi jika saya salah..

[5/3, 7:30 PM] ust M Arif Yunus ksw: Ya betul pak Asep, mengasuransikan diri sendiri tidak memenuhi rukun dhamin yang syar’iy..

[5/3, 7:36 PM] ksw Fajar Rahman: Bagaimana dg BPJS ustadz ?

[5/3, 7:38 PM] ust M Arif Yunus ksw: BPJS itu asuransi konvensional yang dilegalkan..

[5/3, 7:38 PM] ust M Arif Yunus ksw: Muslim dipaksa berbuat haram, nauzubillah, ini kedzaliman yang sangat..

[5/3, 7:39 PM] ksw Fajar Rahman: Iya.. Lalu bgmn hukum nya ustadz ? Krn terpaksa .. Apa lalu jadi halal ?

[5/3, 7:40 PM] ust M Arif Yunus ksw: Ya, posisi kita pihak yang dizolimi pemerintah.. Sebagai terzolim, banyaklah berdo’a, insya Allah dikabulkan..

[5/3, 7:42 PM] ust M Arif Yunus ksw: Posisi kita seperti korban perampokan, insya Allah tidak berdosa.. Para perampoknya lah yang dihukumi berdosa..

To be continue (diskusi masih berlangsung)

 

Diposting oleh Mas Singgih, KSW #07.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here