©Prof. Dr. Oz MTR
Siapapun yang baru membuka usaha atau bisnis pasti bermimpi jualan kita ramai diserbu pelanggan dan langsung mendapatkan margin lumayan. Banyak pemilik perusahaan berskala menengah ke bawah berharap, setelah membuka usaha, pengunjung terus ramai dan jumlah pelanggan terus bertambah.
Namun tahukah Anda, keberuntungan seperti itu adalah keajaiban yang hanya bisa diraih oleh perusahaan berskala besar. Minimal level chain store (toko pengecer yang memiliki lebih dari satu gerai dan dimiliki oleh perusahaan yang sama) atau sekalian Perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing).
Saat membuka cabang, perusahaan besar tak ubahnya sniper saat membidik calon pelanggan. Dengan berbagai kemudahan dan keleluasaan yang dimiliki, sudah tentu mereka memiliki kepercayaan diri yang begitu tinggi. Tak ada istilah takut rugi atau tidak mendapatkan pelanggan dengan membuka cabang di mana-mana.
Bahkan tak jarang, sebelum launching, produk mereka sudah terjual habis. Anda tidak perlu heran, bisa jadi mereka sudah membuka pre-order sebelum produk masuk ke pasar.
Mengapa mereka selalu sukses membuka bisnis baru di manapun berada? Sekali lagi kuncinya adalah tepat sasaran. Mereka adalah sniper canggih yang tembakannya tidak pernah meleset dalam membidik calon pelanggan (target market).
Bagaimana mereka menguasai teknik menembak pelanggan secara jitu? Jawabnya adalah Identifikasi Target Market (ITM) yang tepat. Tujuan ITM adalah menentukan kepada siapa dagangan Anda ditujukan.
Di lingkungan MTR, istilah ITM diperkenalkan pertama dalam event PBTR (Platform Bisnis Tanpa Riba diadakan oleh Syarea World di Bogor akhir April lalu.
“Bisnis dimulai dari menentukan kepada siapa dagangan kita akan dijual. Itu tujuan kita membuat ITM,” begitu kata coach S. Arifin saat memperkenalkan materi ini.
Dalam event tersebut, teknik menentukan ITM mulai diulas. Yang pertama, ITM bisa dilakukan melalui berbagai cara. Mulai dari identitas target market (nama, usia, gender), dan level SES (status social, pekerjaan/penghasilan, pandangan politik, sampai kepemilikan jenis kendaraan). Selain itu juga bisa dilakukan melalui pendekatan psikografi (kesukaan, kebiasaan, sampai detil ciri-ciri fisiknya).
Pada praktiknya, melalui ITM ini bisa dipetakan beberapa level konsumen. Yang paling tinggi adalah level A, yaitu konsumen Asyik yang selalu mau kita tawari produk ada saja. Setingkat di bawahnya, level konsumen B-Bagus. Yaitu target market yang akan selalu membeli produk sesuai kebutuhannya. Mereka tahu mana kebutuhan dan mana keinginan. Namun begitu punya kebutuhan, dijamin ia akan datang untuk membeli tanpa menawar.
Level C yang ketiga bisa membuat kita menggerutu “Capek, deh” karena datang hanya untuk bertanya harga, sedikit menawar, membanding-bandingkan dengan tempat lain, walaupun bisa jadi akhirnya membeli. Dan terakhir level D, Dadaaaah! Tak ada eksekusi pembelian sama sekali.
Tak sekadar belajar teori, ada event tersebut kami juga diberikan beberapa studi kasus dari bisnis riil yang telah dipratikkan oleh salah satu peserta. Melalui teknik ITM yang tepat, bisnis travel Ahmad Sugiono warga MTR dari Jogja berhasil lolos dari praktik disrupsi travel online yang sejatinya hanya merupakan bisnis sela untuk membentuk ekosistem e-payment di Indonesia.
Tak cukup di situ, kami juga dibimbing untuk melakukan simulasi dalam memetakan ITM sesuai dengan bisnis masing-masing peserta. Melalui moment tersebut, kami tersadarkan sebenarnya selama ini banyak hal yang telah kami abaikan dalam proses bisnis yang telah kami jalani. Kami akhirnya tahu cara memperbaiki bisnis dengan cara yang tepat.
Yakinlah, dengan ITM yang tepat, Anda akan mampu membidik konsumen dengan peluang keberhasilan 99%. Jika itu sudah terjadi, bisnis Anda akan selalu tumbuh dan berkembang hingga lebih dari 100 tahun. InsyaAllah.
Materi ITM yang lebih dalam, akan dipaparkan dalam event Be Master in Marketing & Selling (BeMIMS) yang akan diadakan Syarea World akhir Juni besok. Anda yang ingin merasakan punya bisnis turbo, mari bergabung dalam moment edukatif dari MTR.