Utang 58M sudah lunas dalam jangka 8 bulan. Namun Haerul Ihwan tetap memperjuangkan hapus BDO Rp5 juta di pengadilan. Misi apa yang hendak ia sampaikan?
Sidang 13X, broo!! Jika Anda tidak diberi kekuatan mental, niscaya sudah “mual” dari awal, berperkara di meja hijau sampai 13 ulangan. Apalagi kemudian kasusnya terkatung-katung lebih dari satu tahun. Tuntutan Pak Haerul terhadap sebuah Lembaga leasing besar dianggap kabur, karena akad terjalin antara perusahaan dengan perusahaan, sementara tuntutan itu dilakukan atas nama pribadi.
Atas keputusan tersebut, Pak Haerul mengajukan banding, yang sampai sekarang setelah 1 tahun berlalu, belum juga ada keputusan. Dan selama tuntutan hapus BDO itu belum dikabulkan, ia bertekad tidak akan melaksanakan kewajibannya.
“Tunggu sampai keputusan banding. Kalaupun kalah, saya akan kasasi. Kalau kasasi kalah, saya akan mengajukan PK. Kalaupun sampai di situ tetap kalah, baru akan saya bayarkan bunga itu dan biarkan hakim yang menanggung dosanya,” tekadnya.
Selama periode ini, sudah tentu banyak pengorbanan waktu, biaya, tenaga, pikiran dan kekuatan spiritual yang harus dikerahkan. Dan tahukah Anda, berapa nominal yang tengah Pak Haerul perjuangkan dengan segala “kerepotan” itu? Rp5 juta saja, saudara!
Dibandingkan dengan 58M utang-utang lainnya yang sudah teratasi selama 8 bulan sejak bergabung dengan MTR, angka itu mungkin terkesan kecil. Namun bagi Pak Haerul, hal itu bukan perkara sepele. Karena justru di sinilah salah satu inti perjuangan melawan riba yang tengah ia tegakkan.
Perjuangan panjang ini paling tidak membawa 2 misi dakwah. Pertama, Pak Haerul sedang melaksanakan fardhu kifayah untuk menegakkan aturan Allah yang Maha Suci terkait larangan riba. Kedua, membuktikan kepada public bahwa sebagai umat Islam kita tidak boleh pasrah menerima ketetapan BDO yang mereka minta.
“Kita ada hak untuk berjuang di jalur formal,” tegas pria kelahiran 14 November 1980 ini. Yang jelas, beliau merasa puas sudah berjuang, serta mendapatkan banyak hikmah ketika mempraktikkan ilmu yang didapatkan dari MTR.
Ilmu Sidang Tanpa Pengacara
Betul, ilmu menghadapi sidang tanpa pengacara adalah hasil pembelajaran Pak Haerul selama bergabung dengan MTR. Di MTR pula, ia mendapatkan “ilmu lunas utang miliaran” sehingga 58M utangnya bisa selesai dalam tempo 8 bulan, tanpa membayar BDO yang tidak diperbolehkan Allah sang Maha Pengampun.
Lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini berkenalan dengan MTR Agustus 2018, ketika berada di puncak problem utang piutang. Saat itu, ia tengah menawarkan salah satu asset miliknya. Jika Gedung itu laku, ia berharap nilainya bisa menutup sebagian utang yang jumlahnya mampu membuat orang kehilangan akal sehat.
Kabar itu rupanya sampai ke telinga Ust Dicky Natamihardja, salah satu warga MTR yang juga merupakan mantan dosen Pak Haerul di UNJ. Ust Dicky bertanya, ada problem apa sehingga mantan mahasiswanya yang lulus di tahun 2003 itu sampai akan melego asetnya. Berceritalah Pak Haerul bahwa ia tengah dibelit berbagai utang dengan total sebesar Rp58 miliar! Utang segede gaban itu tersebar di 25 titik yaitu, 6 titik utang di bank, 13 titik di leasing, 4 utang kartu kredit, dan 2 Kredit Tanpa Agunan (KTA).
Prihatin dengan kondisi mantan muridnya, Ust. Dicky pun mengajak Pak Haerul ke kantor KSW Sentul. Dalam sekali pertemuan, Haerul langsung merasa “klik” karena menurutnya visi misi MTR “clear”, tidak ada tendensi komersiil maupun politik selain menolong orang dan melayani umat. Oleh karena itu, ketika ditawari untuk mencoba ikut salah satu event MTR, ia langsung bersedia.
Bersama istri, Pak Haerul pun langsung terbang ke Solo untuk mengikuti event terdekat SMHTR. Meninggalkan bayi mereka di rumah selama 2 hari demi perbaikan aqidah dan fundamental keuangan mereka.
Di seminar tersebut, Haerul dan istri merasa mendapatkan ilmu yang sangat mereka butuhkan. Ia mengakui, awalnya seperti mendapatkan “shock teraphy” yang menyadarkan bahwa selama ini mereka salah dalam menjalani kehidupan. Terutama dalam beberapa praktik bisnis mereka.
“Saya baru tahu bahwa bisnis mestinya tidak seperti itu. Tanpa kepatuhan kepada syariat, akhirnya kondisinya begini — jadi banyak utang,” ujar ayah 5 anak ini. Dari titik itulah, Haerul dan istri berazzam untuk meninggalkan utang (dan tentu saja bersama ribanya) yang selama ini mereka jadikan “solusi”atas berbagai problem keuangan bisnis mereka. Azzam itu langsung mereka aplikasikan sebagai “action” baru, untuk beristiqomah di jalan syariat.
Haerul mengaku, MTR mengubah pemikirannya mengenai jalan yang benar berdasarkan Al Qur’an dan hadist, sesuai syariat. Berdasarkah keyakinan itu, ia menjadi tidak takut berhadapan dengan bank dan leasing, timbul keberanian dan kekuatan untuk bergerak, berani tampil karena yang disampaikan adalah kebenaran.
“Ilmu sudah punya, tinggal praktikkan , dan Alhamdulillah Allah memudahkan semua ihtiar kita,” tambahnya.
Setelah itu, Haerul mengikuti hampir semua event MTR, mulai dari TPW, PBTR, UTHB, BeMIM, HTMM dan lain-lain. Ilmu yang ia dapatkan dari semua seminar tersebut ia terapkan dalam bisnisnya.
Ilmu PBTR untuk menyelesaikan utang, misalnya, ia praktikkan dengan mendatangi semua bank dan leasing yang jumlanya 26 titik satu demi satu. Dan Alhamdulillah, melalui ilmu “bersahabat dalam dakwah” yang ia dapatkan, semua permohonannya untuk penghapusan BDO dikabulkan. Hingga dalam waktu 8 bulan saja, utang sebesar 58M itu selesai semua..
Semua? Ehmm.. tunggu dulu. Tidak ada perjuangan tanpa ujian, tentu saja. Ada satu Lembaga ribawi yang bersikeras untuk tidak mengabulkan penghapusan BDO dan penalty yang ia ajukan, yaitu Batavia Prosperindo. Perusahaan leasing inilah yang kemudian berperkara dengannya di meja hijau sampai sekarang. Haerul tetap bersikeras untuk tidak membayar kewajiban-kewajibannya sebelum BDO yang Rp5 juta itu dihapuskan.
Meski perkara itu sekarang masih terkatung-katung dalam posisi banding, bagi Haerul pengalaman di Pengadilan tak ubahnya ujian praktik atas ilmunya di PBTR. “Saya sudah membuktikan, ilmu MTR itu nyata dan berhasil,” cetusnya.
Ilmu lain yang ia dapatkan dari MTR kreativitas bisnis zonder utang. Bisnis ini juga mencakup dalam urusan “perniagaan dengan Allah” seperti yang berulangkali disebutkan dalam Al Qur’an.
Anda masih ingat berita bulan lalu ketika Pak Haerul berinisiatif sedekah air minum gratis hasil mesin filter air yang ia siapkan di Rawamangun? “Bisnis” akhirat ini direspon sangat antusias oleh masyarakat sekitar. Bagaimana tidak, melalui program sedeqah air tersebut, setiap KK telah dibantu sekitar Rp400 ribu/bulan untuk keperluan anggaran penyediaan air minum yang secara hukum agama semestinya tidak boleh dikomersialkan.
“Di MTR kami juga mendapatkan perubahan paradigma tentang kehidupan yaitu giat bersedekah yang merupakan kunci kemakmuran. Saya hanya berfikir, apa konsep sedeqah yang berkah dan kontinyu. Akhirnya ketemu filterisasi air gratis yang bisa membantu setiap Keluarga,” paparnya.
Anda Bekerja untuk Siapa?
Bagi Anda pengusaha yang masih punya utang, Pak Haerul mengajak untuk menghentikannya sekarang juga. “Karena kalau Anda masih mengembangkan bisnis dengan utang (riba), yakinlah tinggal waktu kehancuran. Hentikan sebelum usaha Anda dimusnahkan Allah!” ujarnya tegas.
Sebagai pertimbangan logis, ia mengajak berhitung, selama ini berapa nominal yang sudah Anda berikan untuk keluarga dan berapa yang diserahkan kepada pihak “official riba”. Ia yakin, cicilan riba itu jumlahnya lebih besar daripada keperluan rumah tangga.
“Jadi Anda sebenarnya bekerja untuk siapa?” ujarnya mengingatkan.
Nah, jika Anda sudah menyadari bahwa selama ini telah keliru mengalokasikan sebagian besar hasil usaha untuk lembaga riba, bukan buat keluarga, Haerul menyarankan agar segera mencari dan menghubungi MTR terdekat.
“MTR mudah ditemukan karena ada di mana-mana, dari Sabang sampai Merauke. Untuk Anda yang di Jakarta, silakan hubungi saya di Rawamangun,”pungkas Ketua Divisi Dakwah MTR Krowil Jakarta ini. (admin)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.
Discussion about this post